Sabtu, 15 Januari 2011

Epistemologi Pendidikan Islam (Sebagai Pengantar)

oleh: Andy

Pendidikan Islam hingga kini boleh dkatakan masih berada dalam posisi problematik antara “determinasi historis” dan “realisme praktis” . Hal ini menandakan pendidikan Islam di satu sisi, belum bisa keluar dari idealsasi kejayaan pemikiran dan peradaban Islam masa lampau yang hegemonic; sementara di sisi lain, ia juga (pendidikan Islam) “di telanjangi” oleh tuntutan-tuntutan masa kini, khususnya yang datang dari Barat, dengan orientasi sangat praktis. Dalam dataran historis-empiris, acap kali menimbulkan dualisme (dikotomi) dan penyeragaman sistem pendidikan di tengah masyarakat yang plural, sehingga agenda dekonstruksi-rekonstruksi pendidikan Islam yang dilontarkan, hanya sekedar tataran konsep bukan pada tataran praksis. Sehingga tidak heran dalam dunia Islam kita masih saja mendapati tampilan “sistem pendidikan Islam” yang sangat konservatif karena tetap memakai “baju kotor/lama” (the old fashion), sementara disisi lain kita mendapati “sistem pendidikan Islam” yang bercorak materilsitik-sekularistik.
Melihat sejarah yang ada khususnya pada abad III-V H tradisi (turats) pendidikan Islam mengandung tiga struktur episteme yang saling bersaing yaitu bayani, irfani, dan burhani.
1. Epistem Bayani, secara leksikal-etimologis, menurut al-Jabiri term bayan mengandung beragam arti, yaitu kesinambungan (al-washl), keterpilahan (al-fashl), jelas dan terang (azh-zhuur wa al-wudhuh), dan kemampuan membuat terang dan jelas.
Munculnya bayani, setidaknya ia memiliki akar kesejarahan yang panjang dalam pelataran budaya dan tradisi pemikiran Arab. Sehingga dengan sendirinya memunculkan sebuah genealogi pemikiran yang dikenal dengan ulama bayaniyyun yang mana merekalah mempunyai otoritas dalam ranah keagamaan dan keilmuan, meminjam istilah al-Jabiri, yang secara “kolegial” berperan dalam memapankan ilmu-ilmu Arab-Islam yang bersifat murni (istidlali), yaitu nahwu, Balaghah Fiqh, dan Kalam. Ilmu-ilmu inilah yang kemudian membentuk keilmuan naqliyah-murnih dan kelimuan naqliyah-‘aqliyyah. Imam Syafi’I merupakan salah satu tokoh fundamentalnya yang terformulasikan ar-Risalahnya (ushul fiqh) yang kemudian memunculkan al-Baqillani dan al-Ghazali dan lain sebaginya.
Jika dilihat dari tradisi keilmuan bayani, setidaknya dapat dipahami, baik sebagai sebuah proses maupun produk, ia berasal dan bermuara pada dialektika dengan teks (repreduksi teks).
2. Epistem ‘Irfani, nalar irfani baru berkembang setelah pengaruh nalar gnostik yang banyak diintrodusir dari tradisi Persia masuk ke dunia Islam dan diapresiasi oleh kaum Syi’ah dan kalangan sufi.
Kaum Irfani lebih menekankan pada pemerolehan pengetahuan kashfi yang bisa diperoleh melaului riyadhah dan mujahadah, bukan melalui kapabilitas rasionalnya.
3. Epistem Burhani, Sementara berkembangnya kaum Irfani, bersamaan dengan gerakan massif penerjemahan buku-buku warisan pemikiran Yunani (Hellensime), sehingga Epistem Burhani mengalami perkembangan di dunia Islam atas prakarsa para filsuf.
Dari paparan di atas, ternyata hegemoni Epistem Bayani, mempunyai kans terbesar dewasa ini, khusunya pengaruhnya terhadap pendidikan Islam di Indonesia, terutama dalam konteks pendidikan pesantren, yang memang disinyalir mempunyai sanad keilmuan yang kuat dengan budaya dan tradisi pemikiran Islam abad Klasik-Pertengahan. Hal ini dapt dilihat dari wawasan keilmuan yang dikembangkan lebih memprioritaskan ilmu keagamaan, khsusnya fiqh, sufistik, dan ilmu alat, dan dominasi penalaran madzhabi. Terlebih lagi ketika terjadi gerakan “neo-sufisme” berpengaruh nyata atas sejarah umat Islam di tanah air sehingga citra pendidikan pesantren pun lekat dengan “pelembagaan” orientasi fiqh-sufistik.
Atas dasar itu pendidikan Islam Transformatif menawarkan sebuah konstruk ide bahwa epistemolgi pendidikan Islam sebagai matrik konseptual aktivitas cultural-performatif yang berkaitan langsung dengan dinamika praksis sosial budaya perlu secara progresif mempertegas jati diri keberpihakannya pada tindakan penyadaran dan pemberdayaan. Dengan tawaran ijtihad dan tajdidnya, epistemology pendidikan Islam perlu memadukan secar sinergis-dialektis anatara bayani, irfani dan burhani dalm struktur hierarkis-piramidal yang bermatra ayat kauniyyah dan ayat qawliyyah dalam kerangka humanisasi, liberalisasi, dan transendensi demi terwujudnya pendidikan Islam transformatif. Selamat Belajar Berjuang Bertakwa
Wallahu Muaffiq Ilaa Aqwamith Thariq
Wassalam dan Selamat Malam

Pendidikan Multikultural: Sebuah Pengantar Membangun Keberagamaan dan Menghapus (Peng)dikotomi(an)

oleh: Andy
Berbicara mengenai pendidikan di bumi Nusantara ini, sama halnya kita memulai berlayar dengan tanpa tujuan dan tanpa arah, hal ini disebabkan banyaknya karang yang sudah menjadi prasasti-prasasti berhala bagi kaum burjois. Akan tetapi semangat gerakan teman-teman-teman tak akan melunturkan semangat juang kami. (………Andy)

Perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat. Konglomerasi, liberalisasi, kapitalisasi, dan upaya menjadikan pendidikan sebagai komoditas dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat seperti ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Di tambah lagi kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan geografis memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan sosial, konflik antar golongan, antar suku dan sebagainya.
Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kasus Ambon, Sampit, konflik antara FPI dan kelompok Achmadiyah, dan sebagainya telah menyadarkan kepada kita bahwa kalau hal ini terus dibiarkan maka sangat memungkinkan untuk terciptanya disintegrasi bangsa dan disentigrasi moral,
Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia terutama agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.

1. Sejarah Multikultaralisme: Sebagai pemahaman awal

Sebagai sebuah kebijakan publik, multikulturalisme merupakan paham yang relatif baru. Paham ini mencul pada tahun 70-an di Kanada, Inggris, dan Australia (Zuhairi, 2009). Ketiga negara ini mengeluarkan kebijakan setelah melihat realitas, yang mana ditandai dengan pesatnya arus imigrasi. Sedangkan menurut beberapa ahli Amerika juga menjadi pelaku sejarah dari keluarnya paham ini yang dilakukan radikal kiri dalam mengkritisi bias ekspansi budaya.
Dalam sejarahnya, multikulturalisme diawali dengan teori melting pot yang sering diwacanakan oleh J Hector seorang imigran asal Normandia. Dalam teorinya Hector menekankan penyatuan budaya dan melelehkan budaya asal, sehingga seluruh imigran Amerika hanya memiliki satu budaya baru yakni budaya Amerika, walaupun diakui bahwa monokultur mereka itu lebih diwarnai oleh kultur White Anglo Saxon Protestant (WASP) sebagai kultur imigran kulit putih berasal Eropa (http://susvie.wordpress.com/2008/08/11/multikulturalisme/, 2010)
Kemudian, ketika komposisi etnik Amerika semakin beragam dan budaya mereka semakin majemuk, maka teori melting pot kemudian dikritik dan muncul teori baru yang populer dengan nama salad bowl sebagai sebuah teori alternatif dipopulerkan oleh Horace Kallen. Berbeda dengan melting pot yang melelehkan budaya asal dalam membangun budaya baru yang dibangun dalam keragaman, Teori salad bowl atau teori gado-gado tidak menghilangkan budaya asal, tapi sebaliknya kultur-kultur lain di luar WASP diakomodir dengan baik dan masing-masing memberikan kontribusi untuk membangun budaya Amerika, sebagai sebuah budaya nasional. Pada akhirnya, interaksi kultural antar berbagai etnik tetap masing-masing memerlukan ruang gerak yang leluasa, sehingga dikembangkan teori Cultural Pluralism, yang membagi ruang pergerakan budaya menjadi dua, yakni ruang publik untuk seluruh etnik mengartikulasikan budaya politik dan mengekspresikan partisipasi sosial politik mereka. Dalam konteks ini, mereka homogen dalam sebuah tatanan budaya Amerika. Akan tetapi, mereka juga memiliki ruang privat, yang di dalamnya mereka mengekspresikan budaya etnisitasnya secara leluasa.





2. Pengertian Pendidikan Multikultural: Sebagai paradigma berpikir

Multikulturalisme merupakan paham yang memberikan perhatiannya terhadap kelompok minoritas, terutama dalam rangka melindungi terhadapa kelompok etnis sehingga mereka dapat memperthankan identitas atau dengan kata lain naisonalisme untuk minoritas (Zuhairi, 2009). Menurut Musa Asy’arie, bahwa pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak. Di sini jelas terlihat bahwasanya pendidikan multikultural menitikberatkan pada sikap hidup yang menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Tidak ada kemudian semacam tekanan, dominasi, diskriminasi, saling mencemooh, dan lain-lain, yang ada kemudian adalah hidup berdampingan secara harmonis, saling toleransi, menghormati, pengertian, dan sebagainya.
Menarik untuk disimak, yaitu apa yang disampaikan oleh Musa Asy’arie, seperti yang dikutip di atas, “Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak”. Di sini terlihat jelas salah satu pentingnya pendidikan multikultural bagi bangsa Indonesia, yaitu untuk menjaga keutuhan bangsa, persatuan dan kesatuan tetap terjaga, dan yang pasti integritas bangsa semakin kuat.
3. Implementasi dalam Dunia Pendidikan: Membangun keberagamaan dan menghapus (peng)Dikotomi(an)
Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut.
Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:
• Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
• Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
• Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
• Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
• Pendidikan multikultural membangun keberagamaan dan menghapus (peng)dikotomi(an).
Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional.
Zubaidi (2005), Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Zuhari Misrawi, Alquran Kitab Toleransi. Jaktim: Fitrah
Akhmad Sudrajat, Wacana Pendidikan Multikultural di Indonesia, 2010
http://maulanusantara.wordpress.com/2008/04/30/pendidikan-multikultural-dalam-tinjauan-pedagogik/
http://yusronz-krautz.blogspot.com/2008/03/teori-pendidikan-multikultural.html
http://susvie.wordpress.com/2008/08/11/multikulturalisme/
dan lain sebagainya

Senin, 15 November 2010

Islam di Spanyol Pasca Bani Umayyah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Setelah berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolgi itulah yang mendukung kemajuan bahkan keberhasilan dalam mengolah pemerintahan (politik). Sehingga wajarlah kemudian orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan.
Selain dari itu Andalusia (sekarang Spanyol) merupakan negeri subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi dan peradaban yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan keragaman kebudayaan. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas dari komunitas-komunitas Arab (utara dan selatan), al-Muwalladu (orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (Orang Afrika yang barasal dari Afrika–Utara), al-Shaqabilah (penduduk daerah antara konstatenopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual ke penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komuntas tersebut itu memberikan saham kebudayaan terhadap terbentuknya peradaban Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiyah, sastra dan pembangunan fisik di Spanyol.
Salah satu contoh akulturasi kebudayaan budaya Arab-Islam dan Kristen-Spanyol ialah pada bidang sastra, puisi–puisi berbahasa Arab dan semacam syair inilah yang mengugah orang Kristen pribumi, dan menjadi salah satu faktor penting berkembangnya asimilasi antara kebudayaan Arab Spanyol dengan Kristen Spanyol Kedua bentuk syair itu, zajal dan muwasysyah, dikembangkan dan menjadi bait-bait puisi istana yang populer dengan sebutan vilancico (kebanyakan digunakan untuk nyanyian-nyanyian kristen, termasuk nyanyian Natal (Christmas Carol), sestet, yang kemungkinan besar bentuk aslinya berirama CDE, CDE, bisa jadi muncul dipengaruhi oleh syair zajal dalam bahasa Arab, yang diambil dari karya-karya penyair Spanyol.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Tetapi dalam pembahasan kali ini hanya sebatas Spanyol pasca Bani Umayyah yang ketika itu di bawah pemerintahan seorang yang bergelar Amir (Panglima atau Gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan atas latar belakang tersebut, maka penulis hanya membatasi pada persoalan :
1. Proses masuknya Islam di Spanyol pasca Bani Umayyah
2. Perkembangan Islam di Spanyol
3. Keberhasilan (peradaban) yang dicapai Islam di Spanyol dan penyebab kemunduran (kehancuran)


BAB II
ISLAM DI SPANYOL PASCA BANI UMAYYAH

A. Proses masuknya Islam di Spanyol
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus . Dalam proses penaklukkan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan kesana. Mereka adalah Tharif ibn Malik , Thariq ibn Ziyad dan Musa ibn Nushair . Negara Spanyol menjelang kemenangan-kemenangan umat Islam merupakan Negara yang dalam keadaan keadaan lemah. Hal ini dapat dilihat penduduk di satu pihak adalah sejumlah kecil pemilik tanah yang kaya raya, di pihak lain adalah massa yang banyak dan menyedihkan yang trdiri dari sejumlah budak belian dan budak-budak-budak biasa serta kelas menengah yang sudah rusak dan merosot mental da perilakunya; golongan Clarissimi dengan hak-hak istimewa sementara kelompok minoritas Yahudi yang selalu mendapat tekanan politik akibat berbeda paham dengan agama penguasa telah menambah kompleksnya persoalan sosial di wilayah ini. Sejak pertama kali berkembangnya kekuasaan dan kepemimpinan Islam di Andalus banyak membangun citra budaya dan peradaban kemanusiaan di wilayah ini. Masa ini berlangsung selama hampir 718 tahun.
Setelah menjadi bagian dari wilayah Islam, Andalus diperintah oleh wali-wali Gubernur yang diangkat langsung oleh pemerintahan pusat bani Umayyah I di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum stabil, gangguan-gangguan masih terjadi dari dalam dan luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, kondisi sosial, kondisi politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Sedangkan gangguan dari luar (raja-raja Kristen) konflik-konflik kecil di dalam akibat munculnya berbagai kepentingan dari masing-masing wali gubernurnya. Konflik-konflik kelompok ini tampaknya berhubungan erat dengan efek dari kebijakan awal pemerintahan Amawiyah I damaskus dalam mengatur kependudukan baru umat Islam dalam menempati wilayah baru di Spanyol ini.
Pada abad ke-8 sampai abad ke-9, aktivitas multietnis dan golongan dari penduduk Islam yang berasal dari masing-masing jazirah Arab dan Afrika Utara, terus dibiarkan begitu saja tanpa ada penanganan khusus yang bisa menertibkan dan menyatukannya. Dan terutama pada abad ke-9 stabilitas Negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mncari ksyahidan (Martyrdom). Namun, Gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan paham pluralisme. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukumKristen. Peribadatan tidak dihalangi. Lebih dari itu, mereka diizinkan mendirikan gereja baru, biara-biara di samping asrama rahib atau lainnya. Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menajdi karyawan pada instansi militer.
Antara tahun 711-755 M, berbagai gangguan sisa-sisa musuh-musuh Islam, raja-raja Kristen dari daerah pedalaman Spanyol masih merupakan gejala umum yang mudah ditemui. Seiring dengan kenyataan periode migrasi dan konsolidiasi, yakni sejak jatuhnya pemerintahan Amawiyyah I di damaskus oleh gerakan revolusi Abbasiyah tahun 749 M, amir-amir yang dulu beraviliasi di bawah sistem kekhalifaan Amawiyah I, selanjutnya tidak lagi terikat pada hegemoni politik sebelumnya (Amawiyah I), termasuk pada penguasa baru kekhalifaan Abbasiyah di Bagdad yang berdiri pada tahun 750 M. Amir-amir wilayah Spanyol dalam kondisi yang cukup liar, tidak terawasi oleh ke-khalifaan pusat yakni Abbasiyah. Akan tetapi proses kepemimpinan umat, terus berlanjut dan penerapan hukum Islam berjalan dengan proses sejarah dibawah naungan wali-wali atau gubernur (amir-amir lokal) dan perkembangan ilmu penegetahuan dan seni budaya bertambah, sewaktu pemerintahan di pegang oleh Al Hakam (putera Abdurrahman III). Sekalipun wali-wali ini secara de yure mengakui keberadaan sistem kekhalifaan Abbasiyah di Bagdad, tetapi secara de facto dan politis, tidak mau mengingatkan diri (melakukan bai’at) pada kekhalifaan baru di Bagdad. Tercatat hanya Amir/Gubernur Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihry dari suku Mudari di Cordova yang melakukan bai’at politik kepada Abbasiyah di Bagdad. Tetapi oleh Al-Dakhil amir ini bisa ditaklukkan dan mengajukan usul damai kepada beliau, kemudian pada tanggal 15 Mei 756 M ia mmproklamirkan didaerah ini menjadi Amir Al-Umaranya.
Sehingga menurut Ajid Tohir di Spanyol, pada periode ini masyarakat Muslim Sunni betul-betul sedang mengalami masa kepemimpinan spiritual kekhalifaan yang mengambang (floating mass leadership). Mengapa demikian? Karena pada satu sisi, para gubernur ini juga menyadari akan arti kepemimpinan pusat (kekahlifaan) ini. Hal ini terbukti dengan cirri pengakuan mereka, dengan kenyataan bahwa sekalipun amir-amir lokal ini bisa saja menyebut diri sebagai “khalifah” karena secara geopolitik akan bisa aman, yang disebabkan lokasi menyebrangi lautan dan sangat berjauhan dengan pusat kekuasaan khalifah Bagdad. Mereka tampaknya lebih tertarik pada persoalan substansi dalam melakukan kepemimpinan yang real di tengah-tengah kehidupan umatnya, daripada “sibuk” dengan persoalan penyebutan gelar “khalifah”, sebagai gelar kepemimpinan spiritual yang acap kali dalam kenyataan terkadang lebih bersifat simbolik saja.
B. Perkembangan Islam di Spanyol
Muslim Spanyol telah membuka lembaran baru sejarah intelektual islam, bahkan sejarah intlektual dunia. Mereka bukan hanya penyalut pelita kebudayaan dan perdaban maju melainkan juga media penghubung ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah berkmbang pada zaman kuno. Antara tahun 755-912 M, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar Amir (panglima atau Gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipimpin oleh khalifah Abbasiyah di Bagdad. Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abd Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hokum Islam, dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemeliteran. Dialah yang memperkarsai tentara bayaran di Spanyol. Sdangkan Abdurrahman al-Ausath dikenal sebagai pnguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai masuk periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Aushat. Sekalipun demekian ada sedikit ancaman bahkan kerusuhan terjadi, terutama pada abad ke-9 stabilitas Negara terganggu dengan munculnya gerakan fundamental Kristen (martyrdom) .
Pada periode 912-1013 M Abd al-Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai menculnya “raja-raja kelompok” . Pada periode ini Spanyol dibawah pemerintahan yang disebut khalifah, penggunaan khalifah trsebut bermula dari berita yang sampai kpada Abdurrahman III, bahwa al-Muktadir, khalifah daulat bani Abbasiyah di bagdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainnya, keadaaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk memakia gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. khalifah-khalifah al-Rahman al-Nashir (912-961 M) , Hakam II (961-976 M) , dan Hisyam II (976-1009 M) . Pada periode Hisyam II lah kehancuran melanda Spanyol, dikarena ambisiusnya perdana menterinya pada waktu itu.
Kemudian pada tahun 1013- 1086 M, Spanyol terpcah menjadi lebih dari tiga puluh Negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuh-Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Sville, cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah dan di Seville. Pada periode ini umat islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa ummat islam pada waktu itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.
Pada tahun 1086-1248 M, ummat Islam meskipun terpecah dalam beberapa Negara bagian, ttapi trdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1083-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabthun pada mulanya merupakan gerakan kagamaan di Afrika Utara yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agama (kiai) yang tinggal di Ribath (sejenis surau) yang dipimpin oleh seorang guru yang bernama Abdullah Ibn Yasin. Gerakan Ribath ini mulanya gerakan keagamaan tetapi berubah menjadi gerakan militer (politik) yang melakukan gerakan ekspansi di bawah pimpinan Ibn Tasyin yang berpusat di kota Marrakusy. Untuk menghadapi situasi kritis dari serangan orang-orang Kristen, raja-raja kcil di Spanyol meminta bantuan Yusuf Ibn tasyin. Pada tahun 1086 ia memasuki Spanyol untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil Spanyol didekat Seville. Dalam peprangan di Zallaqah, kekuatan gabungan ini berhasil mengalahkan pasukan Alfanso. Kemenangan ini menjadikan Yusuf Ibn Tasyin sebagai raja Spanyol. Ia digantikan oleh Abul Hasan yang merupakn pengganti Yusuf yang paling kuat. Karena Hasan tidak sekuat dengan para pendahulunya, bersamaan dengan itu muncullah kekuatan baru, gerakan al-Muwahhidun di Afrika Utara. Pada dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ketangan Kristen, tepatnya pada tahun 1118 M.
Al-Muwahhidun didirikan oleh Ibn Tumart berasal dari kawasan Sus di Afrika Utara (w. 1128 M). Ibn Tumart menamakan gerakannya dengan al_Muwahhidun krena gerakan ini bertujuan untuk menegakkan tauhid (kesaan Allah), menolak segala bentuk pemahaman anthropomorfisme (tajsim) yang dianut Murabithun. Karena itu, semangat perjuangan ibn tumart adalah menghancurkan kekuatan Murabituhn. Ditangan Abdul Mun’im pada tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota muslim penting Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Bahkan beberapa decade dinasti ini mengalami bebrapa kemajuan. Kemudian Abdul mun’im digantikan oleh saudaranya yang bernama Yakub sebagai penerusnya. Dalam beberapa generasi ini Muwahhidun mengalami masa-masa kemajuan. Setelah kematian Yakub, Muwahhidun memasuki masa kemundurannya (kegelapan), tepatnya pada tahun 1212 M, tentara Kristen (pasukan Salib) yang telah dikalahkan oleh salahuddin di Palestina kembali ke eropa dan mulai menggalng kekuatan baru di bawah pimpinan Alfanso IX. Sehingga kekuatan Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Seyelah mengalami beberapa kekalahan dan terus terdesak, akhirnya penguasa Muwahhidun meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara (Marokko) . Tahun 1238 M Cordova jatuh ketangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam. Sepninggal Muwahhidun di Spanyol muncul kekuatan-kekuatan baru yaitu kekuatan Muhammad Ibn Yusuf Ibn Nasr yang lebih dikenal sebagai “Ibn Ahmar”. Ia berhasil menegakkan sebuah kerajaannya slama lebih kurang dua abad.
Pada tahun 1248-1492 M, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, dibawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492) . Granada merupakan pertahanan terakhir muslim di Spanyol. Setelah terjadi penaklukkan kota Valencia, Kordoba, Seville, dan Murcea oleh penguasa Castille yang bernama Ferdinand III, dan oleh penguasa Aragon yang bernama Jayme I, pemerintahan muslim di Spanyol tinggal bertahan di propinsi Granada. Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil, sehingga ia menjadi pertahanan terakhir di Spanyol. Di tengah-tengah pemerintahan raja-raja Kristen, semnjak abad kelima belas Granada mengalami kehancuran.
Hal ini dimulai ketika persekutuan antara wilayah Aragon dan Castill melalui perkawinan Ferdinand dengan Isabella melahirkan kekuatan besar untuk merebut kekuasaan terakhir ummat Islam di Spanyol. Namun beberapa kali serangan mereka belum berhasil menembus pertahan ummat Islam. Abul Hasan yang pada saat itu menjabat penguasa Granada mampu mematahkan serangan mereka. Bahkan ia menolak pembayaran upeti terhadap pemerintahan Castille. Ketika utusan Ferdinand dating ke Granda untuk menagih upetih, Abul Hasan menghardiknya seraya berkata: “katakana kepada penguasamu bahwa raja-raja Granada yang bersedia membayar upeti telah meninggal. Sekarang tidak ada lagi upeti, melainkan pedang”. Bahkan Abul Hasan mngadakan penyerangan dan menduduki kota Zahra.
Untuk membalas dendam, Ferdinand melancarkan serangan mendadak terhadap al-Hamra dan berhasil merebutnya. Banyak wanita dan anak kecil yang berlindung di masjid dinatai oleh pasukan Ferdinand. Jatuhnya al-Hamra ini merupakan pertanda kejatuhan Granada. Kekuasaan Spanyol ini berkhir karena perselisihan dan perebutan kekuasaan orang-orang dalam Istana. Berawal Abu Abdullah merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad Ibn Sa’ad. Pasukan Kristen memanfaatkan situasi kritis ini, terlebih ketika Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abdullah naik tahta. Tentu saja, niat licik Ferdinand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukupo merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan trakhir umat Islam di Spanyol. Abu Avdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demekian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapakan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 m, bolh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini. Umumnya mereka pindah ke kota-kota di pantai Utara Afrika.


C. Kemajuan Peradaban Islam di Spanyol
Secara umum kemajuan peradaban Islam Islam di Spanyol dapat terlihat dalam beberapa Aspek yang dapat di jadikan sebagai baromerter kemajuan :

1. Kemajuan Intelektual
Pendidikan di Spanyol dianggap sebagai kewajiban yang sifatnya universal, sementara Universitas Cordova, Granada dan Sevilla merupakan simbol dan tempat tekemuka untuk menggali ilmu pengetahuan. Tercatat baha perpustakaan basar di Spanyol pada saat itu mengoleksi 600.000 buku dan katalognya terdiri atas 44 volume, demikian pula sekitar 800 sekolah umum yang diperuntukkan bagi segenap lapisan masyarakat tanpa ada perbedaan ras dan agama, termasuk Muslim, Yahudi dan Kristen, mereka semua mendapatkan perlakuan yang sama.
Dalam bidang literatur, Ibn Abdur rabi’ dan Ali Ibn Hazm merupakn penulis dan pemikir muslim yang bebas pada abad ke-11. Keduanya telah menulis 400 judul dalam bidang sejarah, teologi, hadits, logika, syair dan cabang-cabang lainnya. Pujangga muslim Spanyol tebesar adalah Abul Walid Ahmad Ibn Zaydun. Masa ini juga ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh sejarah antara lain Ibn Khaldun, Ibn al-Khatib, Ubaydillah, al-Bakry, dan Abu Marwan Hayyan Ibn Khallaf yang lebih dikenal sbagai Ibn Hayyan. Kata K. Hitti, “Ibn Khaldun merupakan sejarwan muslim terbesar”. Kebesaran Ibn Khaldun terbukti dngan lahirnya karya monumentalnya Al- Muqaddimat yang sampai sekarang masih dijadikan referensi utama dalam mengkaji sejarah oleh para ahli.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keagungan sejati dari periode ini adalah dalam bidang keilmuan, bukan politik. Al-Hakam - salah seorang khalifah di masa pemerintahan Islam di Spanyol – adalah seorang sarjana, dan mendukung kemajuan ilmu pengetahuan. Ia banyak memberikan hadiah kepada para sarjana, dan mendirikan 27 sekolah gratis di ibukota. Di bawahnya kekuasaannya, Universitas Cordova berkembang dan meraih keunggulan di antara lembaga – lembaga pendidikan di dunia. Ia mendahui al-Azhar Kairo dan Nizhamiyah Baghdad, juga menarik minat para siswa, kristen dan Muslim tidak hanya dari Spanyol, tetapi juga dari wilayah – wilayah lain di Eropa, Afrika da Asia. Peradaban Spanyol secara umum mencapai tingkatan yang begitu tinggi pada masa itu, sehingga seorang sarjana terkemuka dari Belanda, Dozy, diikuti sarjana lainnya, berani menyatakan bahwa “hampir semua orang bisa membaca dan menulis”. Sementara di Eropa Kristen ketika itu, hanya pengetahuan dasar saja yang dikuasai, atu pun hanya oleh segelintir orang, yang kebanyakan adalah pendeta.
a. Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberaan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani – Arab ke Eropa pada abad ke–12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke–9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke–5, Muhammad Ibn Abd al-Rahman (832 – 886 M).
Atas inisiatif Al-Hakam, karya – karya ilmiah dan filosofis diimpor dari timur dalam jumlah besar, sehingga, cordova dengan perpustakaan dan universitas – universitasnya mampu menyaingi baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof– filosof besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab–Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Satigh yang dikenal dengan Inbu bajjah, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnus Opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufa’il, penduduk asli Wady Asy, ia banyak menulis masalah kedokteran , astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke 12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbasar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal pada tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah–naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah – masalah menahun tentang keserasian filsafat–agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayatul Mujtahid. Diantara sekian banyak filosof pada abad itu, yang paling berhak menempati tempat pertama setelah Ibnu Rusyd hanyalah kerabatnya sezaman yang baragama Yahudi dan barasal dar Cordova yaitu Imran Musa ibn Maymun, dokter dan filosof Ibrani paling kondang dari seluruh penjuru Arab.
Ibnu Maymun dikenal sebagai astronom, teolog, tabib dan yang paling penting sebagai filosof. Ia menyempurnakan metode sunat, menganggap hemorrhoid sebagai sebab sembelit, mengajurkan diet ringan memakan sayur–sayuran sebagai langkah pengobatan dan mgajukan gagasan ilmu kesehatan yang maju.
b. Sains
Ilmu–ilmu kedokteran , musik, matematika, astronomi, kimia dan lain –lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi, ia adalah orang yang pertama kali menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi, ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Tokoh penting diantara astronom Spanyol ialah Nur al-Din Abu Ishaq al-Bitruji, seorang murid Ibnu Thufayl. Karyanya kitab al-Haiah yang menggambarkan konfigurasi benda-benda langit menjadi karya istimewa karena mampu berusaha memperbaharui bangunan teory yang keliru tentang bidang – bidang homosentris. Ahli-ahli ilmu perbintangan muslim Spanyol meyakinibahwa radiasi bintang-bintang besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan kerusakan di muka bumi . AlMajiriyah dari Kordoba, al-zarqalli dari toldo, dan Ibn Afiah dari Secille merupakan pakar-pakar ilmu perbintangan yang terkenal. Sedang pakar terbesar dalam bidang tumbuh-tumbuhan adalah Abdullah Ibn Ahmad Ibn al-Baytar.
Ahmad ibn Abbas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat – obatan. Umm al-Hasan binti Abi ja’far dan saudara perempuannya al-Hafidz adalah dua orang ahli keokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang geografi terbesar Spanyol pada abad ke-11 dikenal pula nama Al-Bakry dan al- Idrisi, sementara dalam bidang penjelajahan dunia terdapat nama-nama seperti Ibn batuthah, Ibn Jubair, dan Al-Masuni. Kemajuan dalam bidang fisika ditandai dengan munculnya sjumlah fisikawan muslim. Di antara mereka adalah al-Zahrawi, dan Ibn Zuhry. Keduanya juga mahir dalam bidang ilmu kedokteran. Al- Zahrawi hidup pada masa Abu yusuf Yakub al-Manshur. Ubydullah Ibn Muzaffar al-Bahili slain sbagai fisikawan juga sbagai pujangga terkenal.
Ibnu Khaldun dan Ibnu al-Khatib adalah dua orang yang bersahabat yang mampu membawa pemahaman terhadap sejarah menuju puncak kesempurnaan tertinggi dalam literatur yang pernah dilahirkan dunia muslim barat.
c. Fikih
Dalam bidang fikih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini adalah Ziyad Ibn Abd al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam Ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya diantaranya adalah Abu Bakr ibn al –Quthiyah, munzir ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang mengarang kitab terkenal al-Ihkam fi Ushul Ahkam yang terkenal.
d. Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecermalangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu ia turunkan kepada anak–anaknya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak–budak sehingga kemasyhurannya tersebar.
e. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal ini dapat diterima oleh orang Islam dan Non–Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan dalam berbicara maupun tata bahasa. Mereka antara lain : Ibn Sayyidi, Ibn Malik pengarang Al-fiyyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajjaj, Abu Ali al-Isybily dan Abu Hayyan al-Gharnathi.
Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya–karya sastra banyak bermunculan seperti Al-Iqd al-farid karya Ibn bd Rabbih, al-Dzakkirah fi MahasinAhl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya Al-Fath ibn Khaqan dan banyak lagi yang lain.
2. Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek–aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam di Spanyol sangat banyak. Dalam perdagangan , jalan – jalan dan pasar – pasar dibangun. Dalam bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam–dam, kanal–kanal, saluran-sekunder, tersier, dan jembatan–jembatan air didirikan. Tempat–tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapa air.
Orang–orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal persia yang dinamakan na’urah (Spanyol : Noria). Di samping itu, orang – orang Islam juga memperkenalkan pertaian padi, perkebunan jeruk, kebun – kebun dan taman-taman.
Namun demikian, pembangunan–pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung–gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman–taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota al-Zahra, istana Ja’fariyah di Saragoza, tembok Toledo, istana al-Makmun, mesjid Seville, dan istana al-Hamra di Granada. Model arsitektur bangunan Spanyol–Muslim mencapai puncak kebesarannya pada bangunan istana Dinasti Nashiriyyah yaitu Al-Hambra. Istana menjadi akropolisnya Granada ini, dengan hiasannya yang kaya mosaik, stalaktit dan kaligrafi, dirancang dan dibangun dengan rancangan yang sangat luas dan megah, sebuah skala desain yang tidak mungkin ditolak untuk karya agung semacam itu. Dimulai oleh Muhammad I al-Ghalib sekitar 1248, konstruksinya disempurnakan oleh Abu al-Hajjaj Yusuf (1333-1354). Beberapa tulisan kaligrafi terdapat pada kubah istana tersebut mengungkapkan motto al-Ghalib : wa laa ghalib illal allah (dan tidak ada penakluk selain Allah); kaligrafi lain dimaksudkan semata hiasan saja. , ditampilkan seakan-akan menujukkan kepada tamu fungsinya yang hanya sebagai ornament.
a. Cordova
Cordova adalah Ibu kota Spanyol sebelum Islam. Yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh para Khalifah, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin menambah kecantikan, sehingga setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik.
Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova . Menurut Akbar S. Ahmed kekusutan arsitektur masjid merupakan suatu metafora bagi peperangan Kristen-Muslim. Masjid Cordova adalah salah satu bangunan yang paling indah di dunia yang kini menjadi rusak dan jelek.



b. Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bagunannya yang terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hamra yang indah dan megah merupakan pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu banyak dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana al-Zahra, istana al-Gazar, menara Girilda dan lain sebagainya.
3. Faktor-faktor pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa yang kuat dan beribawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wsith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen dan Yahudi, mereka disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama masing-masing.

D. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka merasa puas dengan hanya mnagih upetih dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adata mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.
Setelah jatuhnya Granada pada tahun 1492 pendeta-pendeta Kristen memberi umat Muslim dan Yahudi sutau pilihan yang mengerikan pindah agama atau tinggalkan wilayah itu (Spanyol). Tapi ketika mereka pindah agama mereka dicurigai dan pada akhirnya mungkin dibakar hidup-hidup di tiang pembakaran sebagai converses. Umat Islam yang trsisa dan masuk agama Kristen, kaum Morisco, akhirnya dibuang pada 1609. Banyak yang terbunuh. Ini bukanlah pembunuhan besar-besaran pertama dilihat dari jenisnya di Eropa, tapi dalam skalanya lingkup dan eksekusinya adalah luar biasa.
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Mereka tidak lagi bersatu. Ada yang menarik mengenai analisis sorang Antropolg Akbar S. Ahmed bahwa ini kisah yang sama seperti perang salib. Ketika mereka bersatu di bawah Saladin mereka tidak terkalahkan; ketika mereka saling berperang mereka mudah dikalahkan. Berabad-abad mereka telah berubah menjadi tuan tanah-tuan tanah dan kerajaan yang lebih kecil dan semakin kecil, sering saling berperang. Lebih buruk lah\gi sumberdaya-sumberdaya mereka di Afrika Utara telah kering; ini adalah suatu periode perang kesukuab dan kemunduran.
Yang paling penting, ada suatu kesadaran yang meningkat di Spanyol tentang kebutuhan front bersatu melawan bangsa Moor; suatu panggilan takdir, menghabisi mereka untuk yang terkhir kali. Suatu semangat psikologis, politik dan militer yang sangat besar di bawah pemimpin Ratu Isabbella dari Castille dan Raja Ferdinand dari Aragontelah terbentuk, kampanya penaklukkan Granada dipimpin oleh Ratu sendiri. Setelah Granada, energy yang terpendam itu kemudian dialihkan ke Amerika. Emas dan penyebaran agama Kristn mnunngu para penakluk Amerika; barang rampasan dan penyelamatan berjalan beriringan.
Muslim ortodoks akan mengatakan bahwa umat Muslim runtuh karena mereka tidak lagi takut kepada Tuhan, mereka telah kehilangan keyakinan mereka, terlalu banyak kesenangan, trlalu banyak campur-aduk, trlalu banyak korupsi. Tapi ada sebab-sebab lainnya juga. Ketika Granada jatuh pada 1492 dunia berada di ambang suatu era baru teknologi baru dan sistem politik baru.
Barangkali konsep baru yang paling penting adalah ide tentang Negara bangsa. Ini menggantikan ide panglima-panglima suku dan raja-raja yang berbeda dan sering berperang, kadang-kadang bersatu dibwah seorang raja atau khalifah yang diangkat. Reqonquista memastikan bahwa gereja memainkan suatu peran sentral di dalm kondisi nation-state (negara-bangsa). Spanyol adalah yang pertama muncul sebagai Negara bangsa di Eropa. Segala sesuatu di dalamnya menjadi bagian dari ide ini. Sebagai akibatnya Spanyol menjadi kekuatan imperial utama eropa yang pertama dengan daerah jajahan yang luas terutama Amerika.
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kdua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan “serius”, sehinggga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang mata memberatkan dan memengaruhi kondisi politik dan militer.
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan karena inilah kekuasaan Bnai Umayyah runtuh dan Muluk al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuk ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selau berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternative yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.



E. Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa
Kemajuan Eropa yang trus brkembag hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan yangberkembang di period klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam memngaruhi eropa, seperti Sicilia dan perang Salib, ttapi saluran yang trpnting adalah Spanyol Islam.
Spanyol mrupakan tmpat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik,sosial, maupun prekonomian dan peradaban antarnegara. Terlbih dari itu sumbangan khazanah pemikiran yang begitu takjub, sehingga mlahirkan seorang pemikir yang hingga saat ini pemikirannya banyak mengilhami para cendikia muslim. Sebut misalnya dalam pemikiran filsafat Ibn Rusyd (1120-1198 M). Ia melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebesan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang brpikiran bbas. Ia mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa , hingga di Eropa timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusyd-isme) yang mnuntut kebebasan berpikir. Pihak gerreja mnolak pmikiran rasional yang dibawah gerakan Averroeisme ini.
Pngaruh Ilmu pengatahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu mnimbulkan grakan kbangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di eropa pada abad k-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adlaah melalui terjemahn-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali kedalam bahasa latin. Dengan demikian periode klasik ini mrupakan periode kebudayaan dan peradaban Islam yang tertinggi dan yang mempunyai pngaruh terhadap tercapainya kemajuan atau peradaban modern di Barat sekarang, sungguhpun tidak secara langsung. Hal ini diakui oleh para orientalist Barat, sebagai berikut:
1. Christophr Dawson, menyatakan: “ Periode kemajuan Islam ini bersamaan masanya dengan abad kegelapan di Barat (Eropa)”.
2. H. Mc Neil, menyatakan: “Kebudayaan Kristen di Eropa antara tahun 600-1000 M sedang mengalami masa surut yang rendah. Di abad XI Eropa mulai sadar akan adanya peradaban Islam yang tinggi di Timur, dan melalui Spanyol, Sicilia, Perang Salib, peradaban itu sedikit demi sedikit dibawa ke Eropa”.
3. Rom Landayu, dari hasil penelitiannya mengambil kesimpulan bahwa “ dari orang Islam periode klasik inilah orang Barat belajar berpikir secara objektif dan logis, dan belajar berdada lapang di ketika Eropa diselubungi oleh suasana pikiran sempit, tak adanya toleransi terhadap kaum minoritas, dan oleh suasana penindasan terhadap pikiran mereka. Hal-hal inilah menurut keterangannya yang membawa pada kemajuan dan peradaban Barat sekarang”.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-grakan itu adalah; kebangkitan kembali (renaissance) kebudayaan Yunani klasik pada abad ke-14 yang bermula di Itali, grakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18 M.

BAB III
PENUTUP


Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Dalam proses penaklukkan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan kesana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad dan Musa ibn Nushair. Adapun masuknya Islam pasca bani Umayyah yaitu setelah runtuhnya bani Umayyah.
2. Muslim Spanyol telah membuka lembaran baru sejarah intelektual islam, bahkan sejarah intlektual dunia. Mereka bukan hanya penyalut pelita kebudayaan dan perdaban maju melainkan juga media penghubung ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah berkmbang pada zaman kuno. Akan tetapi perkembangannya ini banyak diwarnai dengan perselisihan internal seperti perselisihan dalam merebutkan tahta kerajaan (khalifah), bahkan terjadi pertumpahan darah. Sehingga hal ini menjadi kelemahan yang dimanfaatkan orang-orang Kristen. Tetapi disisi lain peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
3. Secara umum kemajuan peradaban Islam Islam di Spanyol dapat terlihat dalam beberapa Aspek yang dapat di jadikan sebagai baromerter kemajuan :
a. Kemajuan Intelektual diantaranya perkembangan Filsafat, Sains, Fikih, Musik dan Kesenian, serta Bahasa (Sastra).
b. Kemegahan Pembangunan Fisik seperti pembangunan kota Cordova didalamnya terdapat Masjid Cordova yang begitu megah, dan kota Granada yang mempunyai arsitektur-arsitektur bangunan yang terkenal diseluruh Eropa.

c. Faktor-faktor pendukung Kemajuan lainnya yakni tingkat toleransi yang diberikan Spanyol terhadap umat Kristen dan Yahudi dalam segala hal.

Sedangkan penyebab kemunduran Islam di Spanyol adalah sebagai berikut:
a. Konflik Islam dengan Kristen
b. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
c. Kesulitan Ekonomi
d. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
e. Keterpencilan
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Akbar S. Rekonstruksi Sejarah Islam; Di tengah Pluralitas Agama dan Peradaban. yang diterjemahkan oleh Amru Nst. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Cet. II. 2003.
Amin, Masyhur. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Indonesia Spirit Foundation. 2004.
Carl Brocklmann. History of the Islamic Peoples. London: Routledge & Kegan Paul. 1980.
Fahkri, Majid. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta : Pustaka Jaya. 1986.
Hitti, Philip K. History of The Arabs : from the earliest tmes to the present. Terj. R. Cecep Lukman et.al. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta. 2006.
Harisah, Khaerul Anam, S.Pd.I,. Peradaban Islam di Spanyol. Makalah Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Alauddin. Makassar. t.t.
K. Ali, Prof. A study of Islamic History. Terj. Ghufron A. Mas’adi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2003, Cet. IV)
Lewis, Bernard. Bangsa Arab Dalam Lintasan Historis. Terj. Said Jamhuri. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 1988.
Misrawi, Zuhairi. Alqur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, Multikulturalisme. Jakarta: Fitrah. Cet. I. 2007.
Muhaimin, et al., Dimensi-Dimensi Studi Islam. Surabaya: Karya Abditama. 1994.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid I. Jakarta: UI PRESS. Cet I. 2001
------------------.. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid II. Jakarta: UI PRESS. Cet VI. 1986.
Rasyidi, Badri. H. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Armico. 1987.
Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cet. I. 2004.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cet. III. 1995.

Minggu, 14 November 2010

Kepemimpinan (Leadership)

oleh: Andy

Berbicara mengenai kepemimpinan (leadership), sesuatu hal yang tak henti-hentinya manusia perdebatkan dan bicarakan, karena kepemimpinan merupakan hal yang sangat urgen dalam kehidupan manusia.
Manusia pada intinya merupakan makhluk sosial yang senantiasa ingin memiliki kelompok dan bergaul antar satu manusia dengan manuspia lainnya. Dengan kata lain dalam aktivitas manusia setidaknya harus ada yang mengendalikan (pemimpin) dan dikendalikan (yang dipimpin). Akan tetapi pemimpin dan yang dipimpin tidak cukup sampai disini, kerena berbicara mengenai pemimpin setidaknya mereka haruslah mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu, disinilah keurgenan berbicara mengenai kepemimpinan (leadership).

A. Pengertian leadership (pemimpin / “kepemimpinan”)
Dalam beberapa kamus modern diantaranya :
1. Ahmad Rusli dalam kertas kerjanya Pemimpin Dalam Kepimpinan Pendidikan (1999)
Menyatakan pemimpin adalah individu manusia yang diamanahkan memimpin subordinat (pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan.
2. Miftha Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi (1983 : 255)
Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
3. Kartini Kartono (1994 . 33)
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kclebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
4. N. Cooley (1902)
Pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan, dan pada kesempatan lain, semua gerakan sosial kalau diamati secara cermat akan akan ditemukan kecenderungan yang memiliki titik pusat.
Dari pendapat para pakar tersebut, tentang pengertian pemimpin dan kepemimpinan, dapat di identifikasi unsur-unsur utama sebagai esensi kepemimpinan .
Unsur – unsur itu adalah :
1. Unsur pemimpin atau orang yang mempengaruhi.
2. Unsur orang yang dipimpin sebagai pihak yang dipengaruhi.
3. Unsur interaksi atau kegiatan/usaha dan proses mempengaruhi.
4. Unsur tujuan yang hendak dicapai dalam proses mempengaruhi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan inti dari sebuah aktivitas manajemen yakni sebagai motor penggerak bagi sumber-sumber dan ala-alat dalam organisasi.

B. Teori-Teori Kepemimpinan

1. Teori Great Man, Big Bang atau Genetik (pembawaan sejak lahir).

Di masa lalu banyak orang percaya bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin karena darah atau keturunan. Teori ini biasanya hidup di kalangan bangsawan. Lihat misalnya dalam ceritra pewayangan: Mahabarata, Ramayana, Panji, dan sejarah kerajaan-kerajaan hindu dan Islam di Indonesia. Dalam hal ini hanyalah keturunan raja saja yang dapat menggantikan kedudukan ayah atau orang tuanya untuk memerintah sebagai seorang pimpinan. Sebaliknya jika orang tuanya bukan atau tidak pernah menjadi pemimpin, anak-anaknya dipandang tidak akan mampu menjadi pemimpin. Dalam alam demokrasi sekarang ini, teori ini banyak ditentang.


2. Teori Sifat atau Karakteristik Kepribadian ( Trait Theries )
Teori ini menekankan bakat dalam arti keturunan, bahwa seseorang menjadi pemimpin karena memiliki kromoson (pembawa sifat) dari orang tuanya sebagai pemimpin. Sedang teori sifat atau karakteristik kepribadian berasumsi seseorang dapat menjadi pemimpin apabila memiliki sifat-sifat atau karakteristik kepribadian yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin, meskipun orang tuanya bukan seorang pemimpin. Teori ini bertitik tolak dari peimikiran bahwa keberhsilan ditentukan oleh sifat- sifat/karateristik kepribadian yang dimiliki baik secara fisik maupun psikologis. Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
a. Kecerdasan
b. Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
c. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
d. Sikap Hubungan Kemanusiaan
3. Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi

Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal yaitu Pertama, yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan. Kedua, disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.
4. Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.
5. Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
6. Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.

C. Jenis dan Macam Gaya Kepemimpinan

1. Gaya Kepemimpinan Otoriter/Authoritarian adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
2. GayaKepemimpinanDemokratis/Democratic adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
3. Gaya Kepemimpinan Bebas/Laissez Faire Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.
D. Tugas dan Peran Pemimpin
Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah:
1. Pemimpin bekerja dengan orang lain
2. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (akontabilitas).
3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas
4. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual
5. Manajer adalah seorang mediator
6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat
7. Pemimpin membuat keputusan yang sulit
Menurut Henry Mintzberg, Peran Pemimpin adalah :
1. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.
2. Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
3. Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator

E. Prinsip-Prinsip Dasar Kepemimpinan
Prinsip, sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau organisasi. Menurut Stephen R. Covey (1997), Prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Coney) sebagai berikut:
1. Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
2. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.
3. Membawa energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;
a. Percaya pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.
b. Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.
c. Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.
d. Sinergi
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.
e. Latihan mengembangkan diri sendiri
Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses. Proses dalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2) memperluas materi melalui belajar dan pengalaman; (3) mengajar materi kepada orang lain; (4) mengaplikasikan prinsip-prinsip; (5) memonitoring hasil; (6) merefleksikan kepada hasil; (7) menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; (8) pemahaman baru; dan (9) kembali menjadi diri sendiri lagi.
Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya: (1) kemauan dan keinginan sepihak; (2) kebanggaan dan penolakan; dan (3) ambisi pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Hukum alam tidak dapat dihindari dalam proses pengembangan pribadi. Perkembangan intelektual seseorang seringkali lebih cepat dibanding perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencapai keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor pengendali dalam kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari belajar mendengar. Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan memahami orang lain. Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih pendengaran adalah bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan mendorong. Dalam proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan diri, diikuti dengan memenuhi keinginan orang.
Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga emosional (IQ, EQ dan SQ).

Jumat, 05 November 2010

Mbah Maridjan vis-à-vis SBY

Tanyakan kepada orang Jogyakarta, siapa yang tak kenal Mbah Marijan? Jika ia memang orang asli Jogyakarta, Insya Allah tak mungkin tak mengenal tokoh satu ini. Terlebih kini namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan seiring hangatnya udara malam di Kaliurang karena sang Merapi tengah bergejolak. Mbah Marijan, menjadi tokoh yang tak kalah tenarnya dengan Sri Sultan Hamengkubuwono selaku Gubernur Kota pelajar ini dan bukan hanya itu beliau terkenal dengan sosok kepemimpinannya menjaga sebuah amanah yang telah diembangnya dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Gunung Merapi, memang diperkirakan akan meletus dan menumpahkan lahar panasnya dalam hitungan hari. Hiruk pikuk warga dan pemerintah terlihat dengan semakin meningkatnya status dan aktivitas gunung merapi paling aktif di Indonesia ini. Riuh rendah dan hingar bingar di 'bawah' ternyata tak membuat Mbah Marijan ikut sibuk. Ia tetap tenang seolah Merapi tak tengah mengancamnya. Sampai pada tanggal 26 Oktober 2010 Gunung pun Meletus dan banyak tersiar dibeberapa media baik elektronik maupun cetak mengabarkan beliau bahwa terdapatmayat yang sedang sujud dan kaku.

Apa yang musti kita petik dari Mbah Maridjan jika kita membandingkan dengan para pengambil kebijakan dalam mengembang sebuah amanah rakyat. Beliau dalam kesehariannya sekitar pukul 17.00, tokoh yang saat ini menjadi "most wanted person" bagi para pencari berita itu sedang duduk berdzikir di Masjid di depan rumahnya. Perawakannya kecil, jalannya sudah mulai lamban walau pun ia masih mampu menempuh puncak Merapi dengan berjalan kaki. Kesan pertama ketika bertemunya, jauh dari cerita yang sering tertulis di beberapa media massa. Sosoknya amat sederhana, sesederhana rumahnya yang tak berbeda dengan rumah kebanyakan warga di Dusun Kinaherjo. Padahal, 'jabatan' yang disandangnya dari Sultan bukanlah jabatan sepele dan tidak sembarang orang bisa dipercaya menjadi juru kunci.

Mbah Marijan tetap tenang, tak menganggap kepulan asap di puncak Merapi sebagai ancaman. Meski demikian ia tetap meminta warganya untuk waspada, namun ia belum menganjurkan seluruh warga yang tinggal di lereng merapi untuk mengungsi. Menurut mbah Marijan, Merapi sudah biasa 'batuk-batuk' seperti saat ini. Dan belum warga belum perlu mengungsi.

Lelaki yang tak mau berbahasa Indonesia ini tak ingin menjawab secara tegas ketika pertanyaan mengarah kepada kemungkinan meletusnya gunung Merapi. Baginya, Allah belum memberi petunjuk berupa tanda-tanda akan meletusnya Merapi sehingga ia tak meminta warganya untuk turun dan mengungsi. Kenyataan ini sungguh berlawanan dengan pernyataan Sultan yang meminta warga di lereng gunung segera mengungsi. "Jika Sultan meminta warga turun, berarti itu yang bicara bukan Sultan, melainkan Gubernur," ujar Mbah Marijan.

Dalam pembicaraan yang terekam handycam yang kami bawa itu, Mbah Marijan justru berharap Sultan dan pemerintah daerah mengizinkannya melakukan doa bersama mohon keselamatan agar Merapi tak 'marah'. "Masalahnya, saya diizinkan atau tidak oleh pemerintah kalau saya berdoa kepada Gusti Allah... "tanya Mbah berharap.
Pertanyaan yang sesungguhnya tak perlu jawaban dari Sultan atau pun pemerintah setempat. Karena bagi Mbah Marijan, yang dimaksud doa bersama itu tidak mesti membuat acara besar seperti layaknya acara 'selamatan' di kampung-kampung dengan mengundang banyak orang. "Cukup semua masyarakat bersama-sama berdoa, boleh dari rumahnya masing-masing, meminta kepada Allah agar Merapi tak jadi meletus," tambah Mbah.

Mbah Marijan bukan sosok penuh misteri, bukan tokoh klenik, bukan pula seperti yang banyak diberitakan di media massa tentang kesaktian dan ilmu-ilmu aneh yang dimilikinya. Lelaki berumur lebih dari 80-an itu adalah orang yang shalih, taat beribadah dan senantiasa merasa dekat dengan Tuhannya. Begitu juga dengan keluarganya, istri dan lima anaknya adalah orang-orang shalih.

Soal keengganannya berbahasa Indonesia, mbah Marijan berkomentar, "Saya ini orang kecil, hanya berbahasa menggunanakan bahasa orang kecil. Karena itu, omongan saya didengar oleh orang kecil. Bahasa Indonesia itu hanya dipakai oleh orang besar. Dan bahasa Indonesia itu terkesan sombong, saya tak mau dibilang sombong."

Subhanallah, suatu anugerah luar biasa bisa berkunjung ke rumah mbah Marijan. Teramat banyak pelajaran dari tutur kata lembutnya yang terasa sangat 'dalam'. Tak terasa persinggahan di rumah sederhana itu hingga pukul 20.00. Kekhawatiran akan meletusnya Merapi pada saat kami berada di rumah itu, seolah sirna oleh ketenangan yang memancar dari wajah lelaki mengagumkan itu.

Akan tetapi, menurut penulis kepemimpinan beliaulah yang sekarang ini mulai menghilang bahkan bisa dikata sudah habis, bila kita bandingkan dengan kepemimpinan SBY misalnya sangat jauh berbeda terutama dalam memegang prinsip, untuk lebih jelasnya lihat dikolom ini typekal kepemimpinan Mbah Maridjan vis-à-vis SBY:
Mbah Maridjan SBY
Amanah Ya Belum Terlihat
Memegang Prinsip Ya Tdk
itulah yang menurut penulis berbeda jauh dengan kepemimpinan SBY dengan Mbah Maridjan, akan tetapi ini adalah pendapat terserah mau di dengar atau tidak

Senin, 01 November 2010

Tentang IQ, EQ dan SQ IQ, EQ dan SQ: Dari Kecerdasan Tunggal ke Kecerdasan Majemuk

Oleh : AKHMAD SUDRAJAT
Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.

Dalam pandangan psikologi, sesungguhnya hewan pun diberikan kecerdasan namun dalam kapasitas yang sangat terbatas. Oleh karena itu untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya lebih banyak dilakukan secara instingtif (naluriah). Berdasarkan temuan dalam bidang antropologi, kita mengetahui bahwa jutaan tahun yang lalu di muka bumi ini pernah hidup makhluk yang dinamakan Dinosaurus yaitu sejenis hewan yang secara fisik jauh lebih besar dan kuat dibandingkan dengan manusia. Namun saat ini mereka telah punah dan kita hanya dapat mengenali mereka dari fosil-fosilnya yang disimpan di musium-musium tertentu. Boleh jadi, secara langsung maupun tidak langsung, kepunahan mereka salah satunya disebabkan oleh faktor keterbatasan kecerdasan yang dimilikinya. Dalam hal ini, sudah sepantasnya manusia bersyukur, meski secara fisik tidak begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan peradaban hidupnya.
Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Dalam hal ini, C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk (1975) mengemukan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu : (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan (3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
Memang, semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut Kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal, sebagaimana yang dikembangkan oleh Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factor”-nya, atau Thurstone (1938) dengan teori “Primary Mental Abilities”-nya. Dari kajian ini, menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Inteligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Ideot sampai dengan Genius (Weschler dalam Nana Syaodih, 2005). Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian, Lewis Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford-Binet.
Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.
Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Menurut hemat penulis sesungguhnya penggunaan istilah EQ ini tidaklah sepenuhnya tepat dan terkesan sterotype (latah) mengikuti popularitas IQ yang lebih dulu dikenal orang. Penggunaan konsep Quotient dalam EQ belum begitu jelas perumusannya. Berbeda dengan IQ, pengertian Quotient disana sangat jelas menunjuk kepada hasil bagi antara usia mental (mental age) yang dihasilkan melalui pengukuran psikologis yang ketat dengan usia kalender (chronological age).
Terlepas dari “kesalahkaprahan” penggunaan istilah tersebut, ada satu hal yang perlu digarisbawahi dari para “penggagas beserta pengikut kelompok kecerdasan emosional”, bahwasanya potensi individu dalam aspek-aspek “non-intelektual” yang berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta aspek – aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi pencapaian kesuksesan seseorang.
Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.
Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal-spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu menurut Zakiah Darajat (1970) disebut sebagai pengalaman keagamaan (religious experience).
Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas kebaradaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari (Abin Syamsuddin Makmun, 2003).
Temuan ilmiah yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, dan riset yang dilakukan oleh Michael Persinger pada tahun 1990-an, serta riset yang dikembangkan oleh V.S. Ramachandran pada tahun 1997 menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual centre), yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak. Begitu juga hasil riset yang dilakukan oleh Wolf Singer menunjukkan adanya proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup lebih bermakna. Pada God Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam (Ari Ginanjar, 2001). Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep Kecerdasan Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Dengan istilah yang salah kaprahnya disebut Spiritual Quotient (SQ)
Jauh sebelum istilah Kecerdasan Spiritual atau SQ dipopulerkan, pada tahun 1938 Frankl telah mengembangkan pemikiran tentang upaya pemaknaan hidup. Dikemukakannya, bahwa makna atau logo hidup harus dicari oleh manusia, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai : (1) nilai kreatif; (2) nilai pengalaman dan (3) nilai sikap. Makna hidup yang diperoleh manusia akan menjadikan dirinya menjadi seorang yang memiliki kebebasan rohani yakni suatu kebebasan manusia dari godaan nafsu, keserakahan, dan lingkungan yang penuh persaingan dan konflik. Untuk menunjang kebebasan rohani itu dituntut tanggung jawab terhadap Tuhan, diri dan manusia lainnya. Menjadi manusia adalah kesadaran dan tanggung jawab (Sofyan S. Willis, 2005).
Di Indonesia, penulis mencatat ada dua orang yang berjasa besar dalam mengembangkan dan mempopulerkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yaitu K.H. Abdullah Gymnastiar atau dikenal AA Gym, da’i kondang dari Pesantren Daarut Tauhiid – Bandung dengan Manajemen Qalbu-nya dan Ary Ginanjar, pengusaha muda yang banyak bergerak dalam bidang pengembangan Sumber Daya Manusia dengan Emotional Spritual Quotient (ESQ)-nya.
Dari pemikiran Ary Ginanjar Agustian melahirkan satu model pelatihan ESQ yang telah memiliki hak patent tersendiri. Konsep pelatihan ESQ ala Ary Ginanjar Agustian menekankan tentang : (1) Zero Mind Process; yakni suatu usaha untuk menjernihkan kembali pemikiran menuju God Spot (fitrah), kembali kepada hati dan fikiran yang bersifat merdeka dan bebas dari belenggu; (2) Mental Building; yaitu usaha untuk menciptakan format berfikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri (self awareness), serta sesuai dengan hati nurani dengan merujuk pada Rukun Iman; (3) Mission Statement, Character Building, dan Self Controlling; yaitu usaha untuk menghasilkan ketangguhan pribadi (personal strength) dengan merujuk pada Rukun Islam; (4) Strategic Collaboration; usaha untuk melakukan aliansi atau sinergi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosialnya untuk mewujudkan tanggung jawab sosial individu; dan (5) Total Action; yaitu suatu usaha untuk membangun ketangguhan sosial (Ari Ginanjar, 2001).
Berkembangnya pemikiran tentang kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) menjadikan rumusan dan makna tentang kecerdasan semakin lebih luas. Kecerdasan tidak lagi ditafsirkan secara tunggal dalam batasan intelektual saja. Menurut Gardner bahwa “salah besar bila kita mengasumsikan bahwa IQ adalah suatu entitas tunggal yang tetap, yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas”. Hasil pemikiran cerdasnya dituangkan dalam buku Frames of Mind.. Dalam buku tersebut secara meyakinkan menawarkan penglihatan dan cara pandang alternatif terhadap kecerdasan manusia, yang kemudian dikenal dengan istilah Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) (Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2002) .
Berkat kecerdasan intelektualnya, memang manusia telah mampu menjelajah ke Bulan dan luar angkasa lainnya, menciptakan teknologi informasi dan transportasi yang menjadikan dunia terasa lebih dekat dan semakin transparan, menciptakan bom nuklir, serta menciptakan alat-alat teknologi lainnya yang super canggih. Namun bersamaan itu pula kerusakan yang menuju kehancuran total sudah mulai nampak. Lingkungan alam merasa terusik dan tidak bersahabat lagi. Lapisan ozon yang semakin menipis telah menyebabkan terjadinya pemanasan global, banjir dan kekeringan pun terjadi di mana-mana Gunung-gunung menggeliat dan memuntahkan awan dan lahar panasnya. Penyakit-penyakit ragawi yang sebelumnya tidak dikenal, mulai bermunculan, seperti Flu Burung (Avian Influenza), AIDs serta jenis-jenis penyakit mematikan lainnya. Bahkan, tatanan sosial-ekonomi menjadi kacau balau karena sikap dan perilaku manusia yang mengabaikan kejujuran dan amanah (perilaku koruptif dan perilaku manipulatif).
Manusia telah berhasil menciptakan “raksasa-raksasa teknologi” yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan hidup manusia itu sendiri. Namun dibalik itu, “raksasa-raksasa teknologi” tersebut telah bersiap-siap untuk menerkam dan menghabisi manusia itu sendiri. Kecerdasan intelektual yang tidak diiringi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya, tampaknya hanya akan menghasilkan kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan dirinya maupun umat manusia. Dengan demikian, apakah memang pada akhirnya kita pun harus bernasib sama seperti Dinosaurus ?
Dengan tidak bermaksud mempertentangkan mana yang paling penting, apakah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional atau kecerdasan spiritual, ada baiknya kita mengambil pilihan eklektik dari ketiga pilihan tersebut. Dengan meminjam filosofi klasik masyarakat Jawa Barat, yaitu cageur, bageur, bener tur pinter, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa dengan kecerdasan intelektualnya (IQ) orang menjadi cageur dan pinter, dengan kecerdasan emosional (EQ) orang menjadi bageur, dan dengan kecerdasan spiritualnya (SQ) orang menjadi bener. Itulah agaknya pilihan yang bijak bagi kita sebagai pribadi maupun sebagai pendidik (calon pendidik)!
Sebagai pribadi, salah satu tugas besar kita dalam hidup ini adalah berusaha mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang kita miliki, melalui upaya belajar (learning to do, learning to know (IQ), learning to be (SQ), dan learning to live together (EQ), serta berusaha untuk memperbaiki kualitas diri-pribadi secara terus-menerus, hingga pada akhirnya dapat diperoleh aktualisasi diri dan prestasi hidup yang sesungguhnya (real achievement).
Sebagai pendidik (calon pendidik), dalam mewujudkan diri sebagai pendidik yang profesional dan bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah berusaha membelajarkan para peserta didik untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna (Meaningful Learning) (SQ), menyenangkan (Joyful Learning) (EQ) dan menantang atau problematis (problematical Learning) (IQ), sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang cageur, bageur, bener, tur pinter.
Sebagai penutup tulisan ini, mari kita renungkan ungkapan dari Howard Gardner bahwa : “BUKAN SEBERAPA CERDAS ANDA TETAPI BAGAIMANA ANDA MENJADI CERDAS ! ”
Sumber Bacaan :
• Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
• Akhmad Sudrajat. 2006. Psikologi Pendidikan. Kuningan : PE-AP Press
• Ary Ginanjar Agustian. 2001. ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam; Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Sipritual. Jakarta : Arga.
• Basyar Isya. 2002. Menjadi Muslim Prestatif. Bandung : MQS Pustaka Grafika
• Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl. 2002. Accelerated Learning for The 21st Century (terj. Dedi Ahimsa). Bandung : Nuansa.
• Daniel Goleman.1999. Working With Emotional Intelligence. (Terj. Alex Tri Kancono Widodo), Jakarta : PT Gramedia.
• E.Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
• Gendler, Margaret E. 1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York: McMillan Publishing.
• H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
• Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
• Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
• Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung: PT Rosda Karya Remaja.

Jumat, 29 Oktober 2010

Manajemen dan Informasi

Makalah telah dipresentasikan pada mata kuliah Manajemen Sistem Informasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam organisasi kebutuhan terhadap informasi merupakan hal yang sangat penting dan merupakan hal yang mesti diketahui oleh manajer dan menjadi sebuah keperluan dalam sistem manajemen. Sehingga untuk mendapatkan informasi yang up to date diperlukan kemahiran khusus. Agar manajemen dan manajer mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhhannya.
Sebelum melangkah lebih jauh istilah manajemen yang terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum ada keseragaman. Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu. Pertama, manajemen sebagai suatu proses kedua, Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dan yang ketiga, Manajemen sebagai seni (art) dan sebagai ilmu pengetahuan (science).
Informasi adalah data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan dapat berupa fakta, suatu nilai yang bermanfaat. Jadi ada suatu proses transformasi data menjadi suatu informasi == input - proses – output . Adapula yang mengartikan Informasi merupakan Keterangan, penerangan. Data yang telah diproses ke dalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai nyata, sehingga dapat dipakai sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dan terasa bagi keputusan saat itu atau keputusan mendatang. Susunan hirarki informasi mulai dari data/fakta, kemudian diseleksi dan diolah menjadi sesuatu yang berguna. Adapun IStilah yang terkait mengenai Informasi adalah:
1. Sistem informasi yaitu, Istilah dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Inggris untuk information system.
2. Sistem Informasi Manajemen yaitu, Berasal dari kata Management Information Systems dalam bahasa Inggris.
3. Struktur informasi yaitu, Menggambarkan organisasi data secara logika. Apakah data-data disusun dalam bentuk tabel, hirarki at...
4. Sistem Teknologi Informasi yaitu, Disingkat dengan STI. Istilah Information techology system dalam bahasa Indonesia.
5. Application Binary Interface yaitu, Informasi mengenai spesifikasi perangkat keras dan sistem operasi yang sedang digunakan.
Untuk mengetahui kualitas dari informasi itu sendiri, sangat penting untuk kita ketahui. Adapun ciri-cirinya adalah yang pertama, akurat berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak bias atau menyesatkan. Akurat juga berarti informasi harus jelas mencerminkan masudnya.Kedua, tetap pada waktunya, berarti informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat dan ketiga, relevan, berarti informasi tersebut menpunyai manfaat untuk pemakainya. Relevansi informasi untuk tiap-tiap orang satu dengan yang lainnya berbeda.
Sehingga dari paparan di atas, kita bisa menarik benang merah bahwa dalam sebuah manajemen sangat memerlukan informasi, begitupun sebaliknya informasi membutuhkan manajemen. Sehingga kedepannya penulis ingin membahas masalah-masalah manajemen yang berkaitan dengan informasi, yaitu dalam bentuk materi- materi proses manajemen, fungsi manajemen, tingkat manajemen, dan kemampuan manajemen.

B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan atas latar belakang tersebut, maka penulis hanya membatasi pada persoalan :
1. Proses Manajemen dalam Informasi ?
2. Fungsi Manajemen dalam Informasi ?
3. Tingkat Manajemen dalam informasi ?
4. Kemampuan manajerial dalam Informasi ?

BAB II
MANAJEMEN DAN INFORMASI

Sering kita mendengar kata manajemen, namun banyak di antara kita tidak tahu pengertian manajemen / definisi manajemen tersebut, kali ini coba kita lihat apa sih pengertian manajemen itu sebenarnya ?
Kata manajemen di ambil dari kata bahasa inggris yaitu “manage” yang berarti mengurus, mengelola, mengendalikan, mengusahakan, memimpin. Berikut pengertian manajemen menurut beberapa ahli:
1. Menurut Drs. Oey Liang Lee Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan dari pada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. James A.F. Stoner Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi tang telah ditetapkan.
3. R. Terry Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
4. Lawrence A. Appley Manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain.
5. Horold Koontz dan Cyril O’donnel Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
Sebenarnya ada banyak versi mengenai definisi manajemen, namun demikian pengertian manajemen itu sendiri secara umum yang bisa kita jadikan pegangan adalah : “Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya”.
Perlu juga dikemukakan disini beberapa pengertian mengenai manajemen terkait dengan Informasi, yaitu ada beberapa yang terkait dengan permasalahan ini sebagai berikut.:
Menurut Gordon B. Davis, informasi adalah data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang penting bagi si penerima dan mempunyai nilai yang nyata yang dapat dirasakan dalam keputusan-keputusan yang sekarang atau keputusan-keputusan yang akan datang.
Penulis lain, Burch dan Strater, menyatakan: informasi adalah pengumpulan atau pengolahan data untuk memberikan pengetahuan atau keterangan. Sedangkan George R. Terry, Ph. D. menyatakan bahwa informasi adalah data yang penting yang memberikan pengetahuan yang berguna.
Jadi, secara umum informasi adalah data yang sudah diolah menjadi suatu bentuk lain yang lebih berguna yaitu pengetahuan atau keterangan yang ditujukan bagi penerima dalam pengambilan keputusan, baik masa sekarang atau yang akan datang.
Untuk memperoleh informasi yang berguna, tindakan yang pertama adalah mengumpulkan data, kemudian mengolahnya sehingga menjadi informasi. Dari data-data tersebut informasi yang didapatkan lebih terarah dan penting karena telah dilalui berbagai tahap dalam pengolahannya diantaranya yaitu pengumpulan data, data apa yang terkumpul dan menemukan informasi yang diperlukan
George R. Terry, Ph. D. menjelaskan, berguna atau tidaknya informasi tergantung pada beberapa aspek, yaitu:
1. Tujuan si penerima
Apabila informasi itu tujuannya untuk memberikan bantuan maka informasi itu harus membantu si penerima dalam usahanya untuk mendapatkannya.
2. Ketelitian penyampaian dan pengolahan data
Penyampaian dan mengolah data, inti dan pentingnya info harus dipertahankan.
3. Waktu
Informasi yang disajikan harus sesuai dengan perkembangan informasi itu sendiri.
4. Ruang dan tempat
Informasi yang didapat harus tersedia dalam ruangan atau tempat yang tepat agar penggunaannya lebih terarah bagi si pemakai.
5. Bentuk
Dalam hubungannya bentuk informasi harus disadari oleh penggunaannya secara efektif, hubungan-hubungan yang diperlukan, kecenderungan-kecenderungan dan bidang-bidang yang memerlukan perhatian manajemen serta menekankan informasi tersebut ke situasi-situasi yang ada hubungannya.
6. Semantik
Agar informasi efektif informasi harus ada hubungannya antara kata-kata dan arti yang cukup jelas dan menghindari kemungkinan salah tafsir.Jelaslah bahwa agar informasi itu menjadi berguna harus disampaikan kepada orang yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam bentuk yang tepat pula.
Tidak semua data merupakan informasi. Ada kantor-kantor yang menyimpan data-data atau catatan yang sebenarnya tidak ada gunanya. Sebaliknya informasi yang diperlukan dilengkapi dengan data.

Ada banyak kebingungan di pasar mengenai definisi berbagai istilah manajemen informasi. Ruang lingkup dan peranan sistem informasi spesifik sangat kabur, sebagian disebabkan oleh tidak adanya konsensus antara vendor. Dengan tujuan untuk mengurangi kebingungan ini, ini memberikan pengarahan di-a-sekilas definisi istilah untuk berbagai sistem informasi.
1. Sistem manajemen konten (CMS)
Sistem manajemen konten mendukung penciptaan, pengelolaan, distribusi, penerbitan, dan penemuan informasi perusahaan. Juga dikenal sebagai 'manajemen konten web' (WCM), sistem ini biasanya berfokus pada konten online baik yang ditargetkan pada situs web atau intranet perusahaan.
2. Enterprise content management system (ECMS) Sistem manajemen konten enterprise (ECMS)
Sebuah sistem manajemen konten perusahaan terdiri dari inti sistem manajemen konten web, dengan kemampuan tambahan untuk mengelola yang lebih luas informasi organisasi. Hal ini sering kali terdiri dari pengelolaan dokumen, catatan manajemen, manajemen aset digital atau fitur kolaborasi.
3. Document management system (DMS) Dokumen sistem manajemen (DMS)
Sistem pengelolaan dokumen dirancang untuk membantu organisasi untuk mengelola penciptaan dan aliran dokumen melalui penyediaan sebuah repositori terpusat, dan alur kerja yang merangkum aturan bisnis dan metadata. Fokus dari sebuah DMS terutama pada penyimpanan dan pengambilan terkandung diri sumber daya elektronik, dalam asli (original) format.
4. Records management system (RMS) Records sistem manajemen (RMS)
Management (AS 4390) mendefinisikan sistem pencatatan sebagai 'sistem informasi yang menangkap, memelihara dan menyediakan akses ke catatan dari waktu ke waktu'. Ini mencakup pengelolaan baik fisik (kertas) catatan dan dokumen elektronik.
5. Digital asset management (DAM) system Manajemen aset digital (DAM) sistem
Manajemen aset digital (DAM) mendukung sistem penyimpanan, pengambilan dan penggunaan kembali objek digital dalam sebuah organisasi. DAM berbeda dari pengelolaan dokumen dan manajemen konten dalam fokus pada sumber daya multimedia, seperti foto, video dan audio. DAM juga biasanya menyediakan kemampuan manajemen hak.
6. Brand management system Merek sistem manajemen
Sistem manajemen merek aplikasi spesifik yang lebih umum kategori produk DAM dengan pengelolaan iklan dan materi promosi.
7. Library management system (LMS) Sistem pengelolaan perpustakaan (LMS)
Sistem pengelolaan perpustakaan menyediakan solusi lengkap untuk administrasi perpustakaan semua fungsi teknis dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini berkisar dari pelacakan aset yang diselenggarakan oleh perpustakaan, mengelola pinjaman, melalui harian untuk mendukung kegiatan administrasi perpustakaan.
8. Digital imaging system Digital imaging sistem
Digital imaging mengotomatisasikan sistem penciptaan versi elektronik dokumen kertas (seperti PDF atau TIFFs) dan digunakan sebagai masukan untuk catatan sistem manajemen. Dengan menciptakan sumber daya elektronik, mereka dapat dimanipulasi secara langsung oleh sistem catatan menghilangkan keharusan untuk pengajuan fisik.
9. Learning management system (LMS) Pembelajaran sistem manajemen (LMS)
Sistem manajemen pembelajaran mengotomatisasi administrasi pelatihan dan pembelajaran lain. Ini termasuk pendaftaran siswa, pelatihan mengelola sumber daya, hasil rekaman, dan kuliah umum administrasi. Sistem pengelolaan pembelajaran dirancang untuk memenuhi kebutuhan seluruh pelatih profesional dan pendidik lainnya.
10. Learning content management system (LCMS) Sistem manajemen konten pembelajaran (LCMS)
Sistem manajemen konten pembelajaran menggabungkan kemampuan dari suatu sistem manajemen konten (CMS) dengan suatu sistem manajemen pembelajaran (LMS). Hal ini memungkinkan mereka untuk mengelola baik isi dari materi pelatihan, dan administrasi kursus itu sendiri.
11. Geographic information system (GIS) Sistem informasi geografis (GIS)
Sistem Informasi Geografis (GIS) adalah tujuan khusus, sistem berbasis komputer untuk penangkapan, penyimpanan, pencarian, analisis dan menampilkan spasial (lokasi-referenced) data.
A. Proses Manajemen
Manajemen membahas tentang bagaimana para manajer berusaha agar sesuatu terkerjakan dengan baik (bersama dengan atau oleh orang lain). Bila dikaitkan dngan “politik dan kekuasaan dalam suatu organisasi”, itu berarti bagaimana mnerapkan kekuasaan agar orang lain sudi melakukan sesuatu. Itu juga berarti bagaimana menerapkan kekuasaan agar orang lain terpengaruh melakukan sesuatu. Itulah rangkuman kuliah pertama yang disajikan oleh Prof. Nelson Philips di depan para pejabat IAIN di Monteral bulan Oktober 1996.
Dalam proses manajemen untuk memperoleh tindakan melalui usaha – usaha orang lain ( getting things done by the offors of other people) maka seorang manajer harus menjalankan kepemimpinannya . Penekanan kepemimpinan adalah terhadap hubungan dengan orang lain untuk mempengaruhinya , sedangkan proses manajemen lebih menekankan terhadap prosudur dan hasil yang dicapai atau bagaimana proses memperoleh sesuatu tindakan dari orang lain . Oleh karena itu , proses manajemen bersifat formal dan manajer dihubungkan dengan kedudukan seseorang dalam organisasi perusahaan atau basinis dan organisasi lainnya baik yang profit maupun organisasi non profit . Karena itu , menurut Adair sebagaimana dikutip Law dan Glover ( 2000) , bahwa krakteristik kepemimpinan efektif yaitu :

1. Memberikan pengarahan
2. Menciptakan inspirasi ,
3. Membangun tik kerja ,
4. Menjadi treladan / model , dan
5. Menciptakan penerimaan dikalangan personil

Senada dengan Prof. Joseph L. Massie ia mengatakan bahwa manajemen suatu proses kelompok secara kerjasama mengarhkan tindakan atau kerjanya untuk mencapai tujuan bersama. Proses tersebut mencakup tehnik-tehnik yang digunakan oleh para manajer untuk mengkordinasikan kegiatan atau aktivitas orang-orang lain menuju tercapainya tujuan bersama; para manajer sendiri jarang melakukan aktivitas-aktivitas dimaksud.
Ralec Mackenzie mencoba menggambarkan proses manajemen bahwa ada tiga unsur dasar manajemen yang patut diingat. Pertama, unsure ide-ide (ideas) yang berkaitan dengan pemikiran konseptual dimana perncanaan merupakan suatubagian terpenting; kedua, unsure sesuatu (things) yang berkaitan dengan administrasi; dan ketiga, unsur manusia (people) yang berkaitan dengan bagaimana cara mengarahkan manusia (kepemimpinan). Kepemimipinan dan administrasi dalam hal ini bukan sebagaimana konsep umum yang sering dipelajari pada umumnya. Dalam konteks yang digambarkan di sini adalah kepemimpinan dan administarsi sebagai salah satu funsi manjemen. Inilah yang disebut tiga unsure dimensi atau “The management Process in 3-D”. Tidak mengherankan beberapa pakar memberikan persyaratan akan 3 tipe manajer yang diperlukan dalam suatu organisasi; yakni, sebagai perncana (planner), administrator, dan pemimpin (leader).
Prof. Mendoca dan Prof. kanungo dalam kuliahnya apda Faculty of management, McGill University menguraikan bahwa di dalam manajemen, seorang manajer tidak mengatur dan berhubungan dengan budak, tetapi dengan manusia “managing people”. Oleh karena itu diperlukan strategi. Itulah manjemen. Apa saja yang seseorang lakukan, tidak akan terlepas dari tiga unsur dalam manajemen, yakni “ide”,”manusia”, dan “sesuatu”. Tidak ada yang lain. bagaimana dengan “waktu”? Waktu ada dalam “ruang”. “Ruang” berarti “lokasi”. Lokasi berarti “sesuatu”. Bagaimana dengan “kemampuan”? Kemampuan masuk dalam unsure “manusia”.
Dari penjelasan di atas yang manakah harus didahulukan, apakah “sesuatu”, “manusia”, atau “ide”? dipemahaman kita mungkin terbesit bahwa yang terpenting adalah “uang” yang berarti “sesuatu”. Namun, ternyata banyak bank yang mau menyerahkan uangnya, tetapi kesulitan menemukan orang pintar untuk mengatur uang tersebut. Karena, untuk mengatur uang itu, diperlukan pokok-pokok pikiran (idea). Berarti “ide” itulah yang pertama dan utama kemudian “sesuatu”, dan selanjutnya “manusia”.
Untuk mempermudah dan menyederhanakan pembahasan, definisi berikut kiranya dapat membantu:

• Manjemen : mancapai tujuan bersama dengan orang lain.
• Administrasi : menegelola dan mengatur rincian kerja dan tugas para pelaksana.
• kepemimpinan : mempengaruji orang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Kemudian hal ini berlanjut secara berurutan berupa fungsi-fungsi manajemen yang cenderung bersifat berkesinambungan dan berurut “sequential”. Pertama, dalam suatu usaha, seseorang akan bertanya apa maksud dan tujuan usaha tersebut. Maka timbullah fungsi perencanaan (planning).
Berikutnya muncul fungsi kedua, yakni mengorganisir yaitu bagaimana menetapkan cara memilah dan memecah pekerjaan yang ada menjadi unit-unit yang dapat dikelola dengan baik. Setelah itu staffing dengan cara memilih orang-orang yang berkualifikasi untuk melakukan pekerjaan yang dibutuhkan.
Berikutnya adalah mengarahkan (directing), yaitu bagaimana cara menuntun manusia melakukan pekerjaan yang dimaksud menuju suatu dan target yang diinginkan. Terakhir, fungsi pengawasan dan valuasi (controlling) yang merupakan alat untuk mengukur dan menilai hasil rencana yang dicanagkan pada fungsi pertama, memberikan imbalan kepada staff sesuai kinerja yang dilakuakannya, dan merancang serta merncanakan kembali sambil memperbaiki hal-hal yang belum sempurna. Begitulah siklus peredaran proses manajemen berulang kembali dan seterusnya.
Proses manajemen sebagaimana dijelaskan diatas mulai dari fungsi-fungsi manajemen itu sendiri kemudian tingkat manajemen melakukan fungsi-fungsi manajemen tersebut. Sehingga disinilah letak sinkorinisasinya dengan informasi, karena dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen memerlukan data dan informasi, Begitupun apa yang dihasilkan dari fungsi-funsi tersbut akan mnghasilkan data dan infrmasi pula.
Sehingga terjadilah proses manajemen, kita bisa melihat ketika menghimpun, menulis, merekam dan sebagainya merupakan pekerjaan pengolaan data. Jika kita inginkan data itu bersifat valid dan orsinil biasnya disuguhi dengan tanda tangan.
Selanjutnya setelah pengelolaan data, dilakukanlah pengarsipan. Sehingga dapat dikatakan bahwa informasi adalah sekumpulan data yang telah diolah kedalam bentuk tertentu sesuai dengan keperluan manajemen dan manajer (organisasi).
Secara garis besar bahwa Pada sebuah Instansi, manajemen selalu terlibat dalam serangkaian proses manajerial, yang pada intinya berkisar pada penentuan: tujuan dan sasaran, perumusan strategi, perencanaan, penentuan program kerja, pengorganisasian, penggerakan sumber daya manusia, pemantauan kegiatan operasional, pengawasan, penilaian, serta penciptaan dan penggunaan sistem umpan balik. Masing-masing tahap dalam proses tersebut pasti memerlukan berbagai jenis informasi dalam pelaksanaannya.

Penentuan Tujuan dan Sasaran
Dapat dinyatakan secara aksiomatis bahwa suatu organisasi dibentuk dan dikelola untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam rangka penentuan juga pencapaian tujuan tersebut maka dibutuhkan informasi-informasi yang dapat memberikan gambaran kasar atau global tentang kecenderungan-kecenderungan yang mungkin terjadi, baik secara internal organisasi itu sendiri maupun pada lingkungan di mana organisasi bergerak. Informasi-informasi yang dibutuhkan tersebut secara eksternal dapat mencakup bidang politik, keamanan, ekonomi, sosial budaya, serta arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara internal informasi yang diperlukan adalah tentang produk yang akan dihasilkan dikaitkan dengan kemampuan organisasi dalam penyediaan dan penguasaan berbagai sarana, prasarana, dana dan sumber daya manusia.

Perumusan Strategi
Keseluruhan upaya pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi memerlukan strategi yang mantap dan jelas. Salah sat instrumen ilmiah yanng umum digunakan dalam penentuan strategi organisasi ialah analisis SWOT, yaitu Strengths (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunities (Peluang), dan Threats (Ancaman). Agar analisis SWOT benar-benar ampuh sebagai instrumen pembantu dalam penentuan dan pelaksanaan strategi organisasi, diperlukan informasi menngenai kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman yang mungkin dihadapi oleh organisasi tersebut.

Perencanaan
Strategi yang telah dirumuskan dan ditetapkan memerlukan penjabaran melalui penelenggaraan fungsi perencanaan. Karena perencanaan merupakan salah satu hal yang penting dalam organisasi, perlu diketahui secepat mungkin berbagai resiko dan faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan tujuan dan strategi organisasi. Informasi-informasi yang dibutuhkan dalam proses perencanaan adalah 5 W 1 H, yaitu what(apa), when(kapan), where(di mana), who(siapa), why(mengapa), dan how(bagaimana).

PenyusunanProgram Kerja
Penyusunan program kerja merupakan rincian sistematis dari rencana kerja jangka waktu menengah. Keenam pertanyaan di atas harus terjawab dalam penyusunan program kerja dimana ia harus bersifat kuantitatif, menyatakan secara jela dan konkrit hasil yang diharapkan, standar kinerja jelas, mutu hasil pekerjaan ditetapkan secara pasti, dan program kerja disusun sedemikian rincinya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan operasional.

Pengorganisasian
Organisasi dapat didefinisikan sebagai sekelompok orang yang terikat secara formal dan hierarkis serta bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasi dapat menjadi wadah dimana sekelompok orang bergabung dan menempati wilayah-wilayah tertentu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Organisasi dapat pula menjadi tempat berinteraksi antar anggota organisasi tersebut maupun dengan anggota organisasi lainnya.

Tolok ukur keberhasilan suatu organisasi tidak dilihat secara inkremental dari apa yang dicapai oleh masing-masing satuan kerja melainkan dari sudut pandang yang bersifat holistik dalam arti keberhasilan organisasi secara keseluruhan.Penyelesaian tugas yang menjadi tanggung jawab fungsional satuan kerja tertentu memerlukan interaksi, interdependensi dan interrelasi dengan semua satuan kerja lainnya. Dan tentunya proses seperti ini memerlukan suatu sistem informasi yang baik.

Penggerakan SDM
Penggerakan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan fungsi yang teramat penting dalam manajemen sekaligus paling sulit.Penggerakan SDM yang tepat dan efektif memerlukan informasi yang handal. Misalnya, informasi tentang klasifikasi jabatan, informasi tentang uraian dan analisis pekerjaan,informasi tentang standar mutu yang diterapkan dalam manajemen, dan berbagai informasi lainnya yang memungkinkan satuan kerja yang mengelola SDM dalam organisasi menyelenggarakan berbagai fungsinya dengan baik.

Penyelenggaraan Kegiatan Operasional
Penyelenggaraan kegiatan operasional merupakan bagian yang sangat penting dari keseluruhan proses manajerial dan bahkan merupakan tes apakah sebuah organisasi berjalan di atas “rel” yang benar atau tidak. Hal ini dikarenakan manajemen bersifat situasional dimana penerapan prinsip-prinsip manajemen harus diterapkan secara universal dengan memperhitungkan faktor situasi, kondisi, ruang dan waktu.Manajemen juga berorientasi pada hasil optimal dari segi produk, efisiensi dan efektivitas kerja.Sehingga penyelenggaraan kegiatan operasional yang baik dan tepat hanya akan terwujud bila didukung dengan berbagai informasi yang tepat pula.

Pengawasan
Pengawasandiperlukan atas pertimbangan bahwa penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional memungkinkan terjadi kesalahan yang berarti dapat berakibat pada tidak terwujudnya tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang diharapkan. Oleh karena itu, kegiatan pengawasan jelas memerlukan sekaligus menghasilkan informasi tentang penyelenggaraan berbagai kegiatan operasionalyang sedang terjadi.

Penilaian
Seperti halnya dalam pengawasan, informasi dalam proses penilaian juga sangat dibutuhkan. Informasi ini dapat diperoleh melalau berbagai wawancara, penyebaran kuesioner kepada pihak-pihak lain yang dianggap mengetahui pengetahuan mendalam tentang seluruh proses manajerial, dan teknik-teknik lainnya yang dipandang perlu dan tepat digunakan.

Sistem Umpan Balik
Semua informasi yang diperoleh—terutama dari hasil penilaian—diumpanbalikkan kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan manajerial organisasi, termasuk kepada para pemodal, pemilik saham, manajemen puncak, para pimpinan satuan usaha, dan lainnya. Hal ini penting dilakukan supaya manajerial organisasi yang bersangkutan tetap menghasilkan efektivitas, efisiensi serta produktivitas yang tinggi sehingga tujuan awal organisasi dapat terwujud secara maksimal.

Penjelasan di atas membuktikan bahwa informasi sangat dibutuhkan dalam pengembangan suatu organisasi. Untuk membangun informasi yang handal dibutuhkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang mampu menampung dan mengolah data serta menghasilkan informasi yang tepat dan akurat setiap saat. Tanpa dukungan SIM yang tangguh, maka akan sulit organisasi yang baik akan terwujud, karena SIM menolong lembaga-lembaga bidang apapun dalam mengintegrasikan data, mempercepat dan mensistematisasikan pengolahan data, meningkatkan kualitas informasi, mendorong terciptanya layanan-layanan baru, meningkatkan kontrol, meng-otomatisasi-kan sebagian pekerjaan rutin, menyederhanakan alur registrasi atau proses keuangan, dan lain sebagainya.


A. Fungsi Manajemen

Keberhasilan suatu kegiatan atau pekerjaan tergantung dari manajemennya. Pekerjaan itu akan berhasil apabila manajemennya baik dan teratur, dimana manajemen itu sendiri merupakan suatu perangkat dengan melakukan proses tertentu dalam fungsi yang terkait. Maksudnya adalah serangkaian tahap kegiatan mulai awal melakukan kegiatan atau pekerjaan sampai akhir tercapainya tujuan kegiatan atau pekerjaan.
Pembagian fungsi manajemen menurut beberapa ahli manajemen, di antaranya yaitu:
1. Menurut Dalton E.M.C. Farland (1990) dalam “Management Principles and Management”,fungsi manajemen terbagi menjadi:

a) Perencanaan (Planning).
b) Pengorganisasian (Organizing).
c) Pengawasan (Controlling).
2. Menurut George R. Ferry (1990) dalam “Principles of Management”, proses manajemen terbagi atas:
a) Perencanaan (Planning).
b) Pengorganisasian (Organizing).
c) Pengawasan (Controlling).
d) Pelaksanaan (Activating)
3. Menurut H. Koontz dan O’Donnel (1991) dalam “The Principles of Management”, proses dan fungsi manajemen terbagi atas:
a) Perencanaan (Planning).
b) Pengorganisasian (Organizing).
c) Pengawasan (Controlling).
d) Pengarahan (Directing).

Dalam Manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat di dalamnya. Pada umumnya ada empat (4) fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat yaitu fungsi pertama, perencanaan (planning) yakni dalam suatu usaha, seseorang akan bertanya apa maksud dan tujuan usaha tersebut maka timbullah perencanaan, fungsi pengorganisasian (organizing) yakni bagaimana memgatur personil-personil yang ada,
Kedua, fungsi pengarahan (directing) yakni bagaimana cara menuntun manusia melakukan pekerjaan yang dimaksud menuju suatu dan target yang diinginkan dan yang terakhir fungsi pengendalian (controlling) yakni alat untuk mengukur dan menilai hasil rencana yang dicanagkan pada fungsi pertama, memberikan imbalan kepada staff sesuai kinerja yang dilakuakannya, dan merancang serta merncanakan kembali sambil memperbaiki hal-hal yang belum sempurna. Begitulah siklus peredaran proses manajemen berulang kembali dan seterusnya.
Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf) yaitu cara memilih orang-orang yang berkualifikasi untuk melakukan pekerjaan yang dibutuhkan .
Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu menguasai semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang maksimal.
Seorang pemimpin yang efektif harus memberi perintah , memberikan inspirasi , membangun kelompok kerja yang kompak , menjadi teladan, memperoleh penerimaan dari para pegawainya . Menurut Kchler ( 1981 ) kepemimpinan efektif tidak hanya membolehkan diskusi di antara kelompok tapi juga mengizinkan mereka berpartisipasi dalam melaksanakan pengambilan keputusan . Jika mereka tidak dilibatkan dalam kegtan mendiskusikan persoalan yang relevan bagi mereka maka partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan tidak akan sukses .
Memberikan perintah, menyampaikan innspirasi, membangun tim kerja, membina keteladanan, memenuhi pengharapan anggotamerupakan karesteristik kepemimpinan menuju efektifitasnya. Hal di atas sejalan dengan dengan pendapat Locke ( 1997 ) , bahwa kepemimpinan itu sebenarnya harus membujuk orang lain untuk mengambil tindakan. Para pemimpin membujuk para pengikutnya melalui berbagai cara, yaitu menggunakan otoritas yang legitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberikan imbalan dan hukuman, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah visi.
Di bawah ini akan dijelaskan arti definisi atau pengertian masing-masing fungsi manajemen - POLC :
1.FungsiPerencanaan/Planning

Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut. Dan ada yang menambahkan bahwa Pada hakekatrya perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan yang merupakan dasar bagi kegiatan-kegiatan/tindakan-tindakan ekonomis dan efektif pada waktu yang akan datang. Proses ini memerlukan pemikiran tentmg apa yang perlu dikerjakan, bagaimana dan di mana suatu kegiatan perlu dilakukan serta siapa yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaannya. Pembatasan yang terakhir merumuskan perencaan merupakan penetapan jawaban kepada enam pertanyaan berikut :
a.Tindakan apa yang harus dikerjakan ?
b.Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan ?
c.Dimanakah tindakan itu harus dikerjakan ?
d.Apakah tindakan itu harus dikerjakan?
e.Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu?
f. Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan itu?

2.FungsiPengorganisasian/Organizing

Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan. Akan tetapi dalam pengoraganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf) yaitu cara memilih orang-orang yang berkualifikasi untuk melakukan pekerjaan yang dibutuhkan . Fungsi Pengorganisasian dapat didefinisikan pula sebagai proses menciptakan hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, personalia dan faktor fisik agar kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan disatukan dan diarahkan pada pencapaian tujuan bersama.

3.FungsiPengarahan/Directing/Leading

Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya. Fungsi Pengarahan dapat didefinisikan bahwa ia merupakan fungsi manajemen yang menstimulir tindakan-tindakan agar betul-betul dilaksanakan. Oleh karena tindakan-tindakan itu dilakukan oleh orang, maka pengarahan meliputi pemberian perintah-perintah dan motivasi pada personalia yang melaksanakan perintah-perintah tersebut.

4.FungsiPengendalian/Controling

Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan. Fungsi pengawasan pada hakekatnya mengatur apakah kegiatan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam rencana. Sehingga pengawasan membawa kita pada fungsi perencanaan. Makin jelas. lengkap serta terkoordinir rencana-rencana makin lengkap pula pengawasan.


B. Tingkat Manajemen
Pada pengertian tersebut dikatakan bahwa manajemen adalah proses pencapaian tujuan melalui kerja orang lain.Dengan demikian berarti dalam manajemen terdapat minimal empat ciri yaitu :
1. Ada tujuan yang hendak dicapai.
2. Ada pemimpin (atasan).
3. Ada yang dipimpin (bahawan).
4. Ada kerja sama.
Oraganisational skills yaitu kecerdasan untuk mengatur berbagai usaha. adapun tingkatan kepemimpinan atau manajemen terdiri dari :
1. Top Management (manajemen tingkat atas)
2. Middle Management ( Manajemen tingkat tengah )
3. Lower Management ( Manajemen tingkat bawah )
Pada setiap tingkatan tergantung pada besar kecilnya suatu organisasi atau instansi.Namun demikian, biasanya top management jumlahnya akan lebih sedikit dari pada middle management dan middle management lebih sedikit dari pada lower management. Jadi semakin tinggi kedudukan seseorang semakin banyak memerlukan ketrampilan administrasinya/manajemen, tetapi ketrampilan opresionalnya semakin rendah.
Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang maka ketrampilannya, operasionalnya semakin tinggi, sedangkan ketrampilan administrasinya/manajemen semakin rendah.
Dengan bahasa yang sederhana, sebetulnya ketiga jenis tingkatan manejemen tersebut bekerja pada waktu yang sama, tetapi jenis kegiatannya berbeda. Manajemen tingkat atas lebih banyak bekerja dengan pikiran, sedikit sekali bekerja secara fisik atau tenaga. Manajemen tingkat menengah antara kerja pikir dengan kerja fisikk boleh dikatakan seimbang. Sedangkan manajemen tingkat bawah, bekerja dengan pikiran sedikit sekali, sementara dengan fisik atau tenaga amat besar atau banyak. Demikian rangkuman tentang tingkatan manajemen dari saya, atas perhatiannya saya ucapakan terima kasih.
Piramida jumlah karyawan pada organisasi dengan struktur tradisional, Berdasarkan tingkatannya. Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di manajumlah karyawan lebihbesar di bagian bawah daripada di puncak). Berikut ini adalah tingkatan manajer mulai dari bawah ke atas:
1. Manejemen lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin
dan mengawasi karyawan non-manajerial yang terlibat dalam prosesproduksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman).
2. Manajemen tingkat menengah (middle management), mencakup semua manajemen yang berada diantara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manaje rmenengah diantaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
3. Manajemen puncak (top management), dikenal pula dengan istilah executive officer. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemena dalahCEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer),dan CFO (Chief Financial Officer).
Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya padaorganisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh timkaryawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek keproyek lainnya sesuai dengan dengan permintaan pekerjaan.

C. Kemampuan Manajerial

Robert L.Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah:
1. Keterampilan konseptual (conceptional skill), manajer tingkat atas (topmanager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga merupakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.

2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity
skill), selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadapbawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif,bersahabat,dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.

3. Keterampilan teknis (technical skill), keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah.Keterampilan teknis ini merupakan kemampuanuntuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.

Selain tiga keterampilan dasar diatas, Ricky W.Griffin menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:

1. Keterampilan Manajemen Waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagaimanajer, Frank fort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah$800 perjam— sekitar $13 permenit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memilikigaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian,waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga,dan menyia-nyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.

2. Keterampilan Membuat Keputusan

Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yangpaling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga
langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus
mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternative yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.
BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses Manajemen, yakni meliputi:
a. Perencanaan (planning)
b. Mengorganisir
c. Menyusun staf yaitu memilih dan membagi pekerjaan (staffing)
d. Mengarahkan (directing)
e. Pengawasan dan valuasi (controlling)

2. Fungsi Manajemen, banyak ahli yang menyamakan dengan proses, yakni meliputi:
a. Perencanaan (Planning).
b. Pengorganisasian (Organizing).
c. Pengawasan (Controlling).
d. Pelaksanaan (Activating)

3. Adapun tingkatan manajemen, yang meliputi:
a. Manejemen lini pertama (first-line management)
b. Manajemen tingkat menengah (middle management)
c. Manajemen puncak (top management)

4. Adapun Kemampuan Manajerial, yang meliputi:
a. Keterampilan konseptual (conceptional skill)
b. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity
skill)
c. Keterampilan teknis (technical skill),


DAFTAR PUSTAKA

Ansoff, H. Igor dan R.G. Brandneburg, “The General Manager of the Future” California Management Review, Spring 1969, hal. 61

Arsyad, Azhar. Pokok-Pokok Manajemen: Pengetahuan Praktis bagi pimpinan dan Eksekutif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. II. 2003.
Bruch dan Strater, Information System: Theory and Practice, Hamilton Publishing Company, (Santa Barbara, California, 1974), Hal. 23. Atau Dapat dilihat dalam jejaring situs, http://blog.re.or.id/definisi-informasi-2.htm. Di unduh pada tanggal 15 Maret 2010.

http://www.duniaremaja.org/tugas-kuliah-f59/pengertian-fungsi-tingkat-dan-keterampilan-manajemen-t601.htm, Di unduh pada tanggal 13 Maret 2010

George R. Terry, Ph.D., Office Management and Control, Fourth Edition, Richard D. Irwin Inc., (Homewood, Ilinois, 1962), Hal. 21. Atau Dapat dilihat dalam jejaring situs, http://blog.re.or.id/definisi-informasi-2.htm. Di unduh pada tanggal 15 Maret 2010

Getteng, Abd. Rahman. Kepemimpinan Pendidikan. Makassar: UIN Alauddin. 2009.

Gordon B. Davis, Management Information System: Conceptual Foundation, Structure, and Development, (McGraw-Hill International Book Company, Aucklland dll., 1974), hal. 32. Atau Dapat dilihat dalam jejaring situs, http://blog.re.or.id/definisi-informasi-2.htm. Di unduh pada tanggal 15 Maret 2010.

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/teori-pengantar-manajemen-definisi.html. Di unduh pada tanggal 13 MAret 2010.

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/10pengertian-manajemen-dan-fungsi-fungsinya, Di unduh pada tanggal 9 Pebruari 2010.

http://organisasi.org/fungsi_manajemen_perencanaan_pengorganisasian_pengarahan_pengendalian_belajar_di_internet_ilmu_teori_ekonomi_manajemen, Di unduh pada tanggal 9 Pebruari 2010.

http://revolsirait.com/pengertian-manajemen, Diunduh pada tanggal 15 Maret
2010.

http://www.satudunia.net/?q=content/apa-itu-sistem-informasi-manajemen, Diunduh pada tanggal 15 Maret 2010.

http://www.total.or.id/info.php?kk=informasi., Diunduh pada tanggal 15 Maret
2010.

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.steptwo.com.au/papers/cmb_definition/index.html, Diunduh pada tanggal 15 Maret 2010.

http://willis.comze.com/pengertian_informasi.html, Di unduh pada tanggal 9 Pebruari 2010.

.http://egis.ngeblogs.com/2009/09/27/tingkatan-manajemen/. Di unduh pada tanggal 13 Maret 2010